Dalam Mengelola Dana Desa Banyak Kepala Desa Terjebak “Susu Nenek”

Foto : Ilustrasi

Pekanbaru, mimbarnegeri.com,-- “Susu Nenek” pada judul diatas bukan berkonotasi negative, kata itu merupakan singkatan dari Sumbangan sukarela nekat-nekatan, ciri ini tergambar dari banyaknya kasus Kepala Desa yang tersangkut hukum karena Alokasi  Dana Desa.
Padahal kita sama tahu bahwa ADD bukan lahir dari kandungan “Susu Ibu” (Sumbangan sukarela Ikatan Budi), karena Kepala Desa disebut sebagai ujung tombak Pemerintah dalam mengurus rakyat yang dipilih secara langsung, Akan tetapi ADD adalah amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
Undang-undang yang menjadi tonggak perubahan  paradigma pengaturan desa. Desa tidak lagi dianggap sebagai objek pembangunan, melainkan ditempatkan menjadi subjek dan ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang besar bagi desa untuk mengurus tata pemerintahan nya sendiri serta pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa.
Jika kita mengamati apa yang pernah dipaparkan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai Data kasus korupsi sepanjang tahun 2022 di Desa mencapai 155 kasus dengan nilai kerugian Negara mencapai Rp.381 miyar, dengan jumlah tersangka sebanyak 252 tersangka.
Menurut ICW terdapat lima titik celah yang biasa dimanfaatkan aparat desa untuk mengkorupsi dana desa, yaitu (1) proses perencanaan, (2) proses perencanaan pelaksanaan (nepotisme dan tidak transparan), (3) proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa (mark up, fiktif, dan tidak transparan), (4) proses pertanggungjawaban (fiktif), dan proses monitoring dan evaluasi (formalitas, administratif, dan telat deteksi korupsi).

Di Riau kasus menilep Dana Desa juga tidak sedikit, sudah banyak Kepala Desa yang berurusan dengan penegak hokum, apakah ada efek jera bagi Kepala Desa yang memanipulasi uang Negara tersebut?, jawabannya tentu saja tidak, lihat saja laporan pertanggung jawaban beberapa Kepala Desa yang ada di Kabupaten Pelalawan, Kampar maupun Rokan Hilir.

Beberapa Desa di tiga Kabupaten tersebut terdapat beberapa Desa yang terindikasi korupsi, tak tanggung tanggung ada Dana Desa yang disumbangkan untu dirinya sendiri guna membangun usaha pribadi seperti membangun Ram  sebagai pengepul buah sawit dan hasilnya dinikmati sendiri.

Jika merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No.145 Tahun 2023 tentang pengelolaan Dana Desa  rasanya ttidak akan mungkin Kepala Desa dapat bermain-main dengan keuangan Negara tersebut, sebab pengawasan yang begitu ketat tidak memungkinkan dapat lolos begitu saja dari kejaran penegak hukum sebagaimana diucapkan Presideen Joko widodo, “Jangan bermain-main dengan Dana Desa, sebab akan berhadapan dengan hukum” jelas Presiden RI yang akan mengakhiri Jabatannya 20 Oktober mendatang..

Namun pada kenyataannya yang terjadi justru banyak Kepala Desa yang didesanya kurang peduli terhadap pengawasan telah memanfaatkan kelemahan ini sebagai upaya untuk memperkaya diri sendiri, mereka terjebak pada sumbangan sukarela nekat nekatan, yang pada akhirnya akan berurusan dengan penegak hukum.*salman

TERKAIT