Ketua F SP BPU Dumai Minta KKJTJ Turun Tangan

Foto : Atas : S.Purba Dalam Lingkaran Ketua F SP BPU Kota Dumai dan Jembatan Dilapisi Plat Besi, Tengah : Kondisi Jalan diatas Jembatan saat belum diperbaiki,Bawah : Truk Tangki ODOL Melintas saat dalam perbaikan

Dumai – Mimbarnegeri.com, Tingginya tingkat ke khawatiran masyarakat Kecamatan Sungai Sembilan, terhadap kondisi Jembatan Sungai Mesjid  akibat terbengkalainya pembangunan Duplikat Jembatan tersebut membuat ketua Federasi Serikat Pekerja Bangunan dan Pekerjaan Umum (F SP BPU) Kota Dumai Salamuddin Purba angkat bicara.

“Jangan tunggu sampai amruk dan jatuh korban dulu baru  kasak kusuk mencari kambing hitam” jelas Purba.

Purbapun menghimbau sekaligus mengundang Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) untuk terjun langsung ke Kota Dumai guna menyaksikan sendiri kondisi Jembatan yang saat ini direhab seadanya saja.

Masih menurut Ketua F SP BPU Kota Dumai tersebut bila Pemerintah abai atau memang sengaja membiarkan Jembatan dengan kondisi seperti ini, maka akan ada konsekwensi yang harus dipertanggung jawabkan terutama oleh Penyelenggara kemanan Jembatan dan Terowongan Jalan.



Purbapun mengutip tulisan Pemerhati transportasi, Djoko Setijowarno, dalam artikelnya  Sanksi Hukum Bagi Pemerintah Bila Membiarkan Jalan Rusak. Dalam penjelasannya Djoko Setijowarno menyebutkan bahwa “Aparat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau Dinas Bina Marga/Dinas PU di daerah sesuai kewenangan jalan nasional, provinsi, kota/kabupaten, masih banyak yang tidak memahami akan jeratan hukum akan mengenai mereka, jika membiarkan jalan rusak tanpa dilakukan perbaikan segera.

Di saat musim hujan tiba, jumlah jalan rusak kian bertambah. Tak jarang kecelakaan pun terjadi, akibat terperosok atau menghindar jalan rusak mengakibatkan korban luka bahkan bisa kehilangan nyawa. Hal itu terjadi bisa karena kecelakaan tunggal, terserempet atau ditabrak kendaraan lain saat menghindari jalan rusak tersebut.

Menurut Purba dalam artikel tersebut terdapat dua hal mendasar yang harus dilakukan penyelenggara jalan terhadap jalan rusak berdasarkan Pasal 24 UU LLAJ.

Pertama : Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagai penyelenggara jalan harus segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Kedua : Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak, jika belum dapat dilakukan perbaikan jalan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Disebutkan bahwa, Yang dimaksud kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Dan Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, itu artinya tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

Terhadap pemerintah disebutkan sebagai penyelenggara jalan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 273 UU LLAJ, dengan penjelasan sebagai berikut.

Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/ atau kerusakan Kendaraan dan / atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Sanksi pidana di atas merupakan hal yang wajib diperhatikan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah atas konsekuensi dari jalanan yang rusak. Dalam hal terjadi kecelakaan yang diakibatkan oleh jalanan yang rusak. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harusnya melindungi keselamatan masyarakat dengan segera memperbaiki jalan atau memberikan tanda terhadap jalan rusak apabila belum dapat dilakukan perbaikan jalan.

Jika pemerintah tidak melakukan hal yang diperintahkan oleh undang-undang, berarti pemerintah telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Perlu dipahami bahwa ada 2 jenis PMH di Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), PMH (Onrechtmatige Daad) dan PMH oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad).

Pasal 1365 KUHPer berbunyi ; "Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut".

Berdasarkan pasal di atas, setidaknya ada lima unsur yang harus dipenuhi. Adanya perbuatan yaitu perbuatan itu melawan hukum, adanya kerugian, adanya kesalahan dan adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan melawan hukum dengan akibat yang ditimbulkan.

Kelima unsur di atas bersifat kumulatif, sehingga satu unsur saja tidak terpenuhi akan menyebabkan seseorang tak bisa dikenakan pasal PMH. Mengenai batasan PMH yang dilakukan pemerintah terkait jalanan yang rusak, dapat dilihat di Pasal 24 UU LLAJ sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

Lalu dimana kecelakaan itu terjadi?
Untuk jalan nasional berarti gugatan PMH ditujukan terhadap pemerintah pusat. Untuk jalan provinsi berarti gugatan PMH ditujukan terhadap pemerintah provinsi. Untuk jalan kabupaten berarti gugatan PMH ditujukan terhadap pemerintah kabupaten dan untuk jalan kota berarti gugatan PMH ditujukan terhadap pemerintah kota.

Demikian artikel Djoko Setijowarno yang dikutip sebagai catatan guna mengingatkan bahwa ada sangsi hokum bila mengabaikan jalan yang rusak, hal ini dilakukan demi mewujudkan keselamatan bersama, seiring pemerintah pusat kini telah menerapkan Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Bukan hanya sehat, namun kita berharap diberi jaminan keselamatan saat berkendaraan di jalan raya. Tentunya dengan mematuhi peraturan berlalu lintas.

Dalam akhir penjelasannya Salamuddin Purba juga mengingatkan, bahwa keselamatn warga merupakan bagian penting yang harus diperhatikan, perbaikan jembatan Sungai Mesjid yang dilaksanakan oleh PUPR Provinsi Riau dirasakan masyarakat hanya untuk sekedar memenuhi janji yang dibuat Kabid Bina Marga Tezza yang sebelumnya diduga telah melakukan pembohongan publik terhadap warga Lubuk Gaung, baru setelah dipublikassikan secara beruntun perbaikan dilakukan, namun perbaikan hanya sekedar apa adanya saja.* sal


TERKAIT