Membongkar Catatan Hitam Kasus Tanah Kec. Sei. Sembilan Dumai

Diduga "Akuang" saat menerima undangan dari BPN Kota Dumai

Dumai - mimbarnegeri.com, Catatan hitam permasalahan tanah Kelurahan Lubuk Gaung dan Tanjung Penyembal Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai diduga kuat adanya permainan sindikat mafia lokal “bergandeng tangan” dengan oknum aparat Pemeritah setempat dari tingkat terendah yaitu oknum RT, oknum aparat Kelurahan dan oknum Camat diduga bekerjasama dengan pihak pemodal/pengusaha.
Belakangan ini aksi para mafia tanah tersebut di biarkan tumbuh subur terbetik kabar mafia dengan modal “surat berjalan mencari tanah” bisa memperoleh keuntunan meski berimplikasi hukum tak perduli segala cara pun dimainkan sehingga merugikan dan meresahkan masyarakat. Demikian informasi “catatan hitam” permasalahan mafia tanah  dibagikan warga pada awak media ini.
“Catatan hitam” permasalahan tanah Tanjung Penyembal diduga kuat ”dibidani” mafia lokal, disikapi Ketua Umum Penggiat Penyelamat Kekayaan Daerah (P3KD) Provinsi Riau Salamuddin Purba kepada wartawaan mengatakan bahwa aksi mafia tanah yang telah merugikan dan meresahkan warga harus dibongkar, sebab sindikat mafia tanah sudah “mengakar”, berlangsung sejak tahun 2006 - 2008 – 2012, keresahan dan kerugian tersebut dialami warga kelompok Abu Kasim warga Purnama lahan miliknya serta lahan kawan-kawanya yang diganti rugi oleh Djohan Pengusaha asal Medan  Direktur Utama PT. Erakarya Jatayumas transaksi ganti rugi berlangsung tahun 2006-2008 dengan harga permeter ketika itu Djohan mematok Rp.12.000,- hingga Rp.15.000,- warga hanya diberi persekot seadanya, sementara surat SKGR milik warga tersebut seluruhnya telah diambil oleh Djohan dengan janji 6 bulan setelah pembayaran panjar akan dilunasi tapi kenyataannya hingga saat ini kekurangan bayar tersebut belum juga dibayar, SKGR warga masih ditangan Djohan.

Dokumen Surat-surat Tanah Kelompok Abu Kasim yang berlokasi di Kec.Sei.Sembilan


Menurut Abu Kasim kendati akan ada pembayaran dari Djohan dalam waktu dekat ini warga bertekat tidak mau menerima kurang bayar dengan harga lama harga tahun 2006-2008, harus disesuaikan dengan harga sekarang ujar Abu Kasim saat memeberikan keterangan perss pada awak media ini disalah satu kafe di Purnama belum lama ini.
Berbeda dengan permasalahan lahan milik kelompok ahli waris Alm. Sayang lokasi RT-09 Kelurahan Tanjung Penyembal para ahli waris sama sekali tidak pernah menerima apapun dari siapapun, atas tanah almarhum Sayang (bapak dari Auzar) namun bisa berpindah tangan ke pada pihak lain. Ujar Auzar menuturkan.
Kelicikan Djohan dengan modal SKGR tersebut tahun 2010 Djohan memohon Izin Prinsip ke Pemko Dumai disetujui Walikota Dumai sesuai surat Nomor : 054/4.1473/1/PMDN/2010 tanggal 7 Juli 2010 atas nama PT.Erakarya Jatayumas Alamat Jln. Asrama Amal Luhur III B No.129 Medan lokasi Kelurahan Tanjung Penyembal Kecamatan Sungai Sembilan Bidang Usaha Mining Steel, Shipyard luas tanah yang diperuntukkan 20 ha. sesuai dengan pengukuran Badan Pertanahan Nasional Dumai. Jangka waktu penyelesaian proyek PT. Erakarya Jatayumas 5 (lima) tahun sejak ditetapkan. Selain itu Izin Lokasi yang di tetapkan Pemko Dumai sesuai SK. Walikota Dumai No.217/Pertanahan/2008 tanggal 04 Agustus 2008 berlaku untuk 24 bulan bisa diperpanjang 1 X. Namun, setelah izin prinsip penanaman modal dan izin lokasi “dikantongi” Djohan yang berakhir kedaluarsa, dengan sendirinya batal, namun pabrik yang rencananya dibangun Djohan di RT-09 Kelurahan Tanjung Penyembal tersebut belum juga terwujud, habislah masyarakat dan Pemko Dumai “dikibulin” bisa jadi Djohan dengan kepiawaiannya akan mendirikan pabrik padahal hanya “gombal” Jhohan memainkan warga dan Pemnko Dumai tujuannya untuk “berinvestasi lahan” di Dumai dibeli dengan harga murah dijual kepada pihak lain dengan harga mahal, kabarnya lahan disepanjang pantai RT-09 Kelurahan Tanjung Penyembal hari ini, per meter di patok Rp.500.000,- sementara luas lahan Djohan di RT-09 sekitar 100 ha. Bilamana terwujud ganti rugi oleh perusahaan asing tersebut Djohan meraup keuntungan  berlipat-lipat ganda. Namun bisa jadi Djohan beserta antek-anteknya bisa gagal mendapatkan keuntungan besar, karena saat ini warga sudah cerdas dan menguasai ilmu matematika ujar Salamuddin.   
Menurut Salamuddin Hari ini Pemko Dumai belum kapok juga setelah Djohan ngibulin  Warga dan Pemko Dumai dengan iming-iming mendirikan pabrik. Baru-baru ini muncul lagi Direktur PT. Tristar Palm Internasional Ir. Murnis mengklaim memiliki tanah yang berasal ganti rugi dari Lina dkk. Alamat Jl. Sudirman No.09 RT-02 Kelurahan Bintan Dumai Lahan yang diganti rugi an. Ir. Murnis dan Joko Herlando untuk dan atas nama PT. Tristar Palm Internasional (Udan TPI) alamat Jakarta tahun 2012, SKGR Nomor : 766/SKGR-SS/2012 tanggal 18 September 2018 kemudian SKGR Nomor : 767/SKGR-SS/2012 tanggal 19 Juni 2012 dari Lina kepada Ir. Murnis dan Joko Herlando Udan PT.TPI kemudian SKGR No.764/SKGR-SS/2012 juli 2012 penerima ganti rugi Haryono alamat Jl. Sudirman No.09 RT-02 Kelurahan Bintan Dumai pemberi ganti rugi Ir. Murnis dan Joko Herlando ditanda tangani RT-09 Andi Boy dan Juru Ukur Kelurahan Tanjung Penyembal Usman, Lurah Tanjung Penyembal Muhtadi dan Camat Sungai Sembilan Zulkarnain rumlah SKGR sebanyak 51 buku. Dalam SKGR tersebut Lina berusia 77 tahun, Haryono 81 tahun diduga penerima ganti rugi suami istri karena alamat yang sama.
Tanah yang diklaim oleh Ir. Murnis ternyata tanah milik ahli waris kelompok Sayang. Belakangan ini diinformasikan PT. TPI mendapat dukungan dari Pemko Dumai memproleh Surat Keterangan rencana daerah AP (Areal Peruntukan) pada Oktober 2020 dari Dinas PU-PR Kota Dumai Zulkarnain mantan Camat Sungai Sembilan yang menerbitkan SKGR an. Ir. Murnis Udan PT. TPI dan Izin Lokasi di terbitkan Dinas Penanaman Modal Terpadu dan Satu Pintu (DPMTSP) Kota Dumai terbit November 2020 disusul dengan surat Pertimbangan Teknis diterbitkan BPN Kota Dumai No.47/2020 tanggal 17 November 2020 tujuan dukungan tersebut untuk mendirikan pabrik yang menjadi pertanyaan bahwa lahan yang diklaim oleh Ir. Murnis bermasalah dengan Kelompok Ahli waris Alm. Sayang berdasarkan SK-03/BB/1979 beserta turunan/pecahan SK-03/BB/1979 dengan luas 86 ha, tanah almarhum Sayang tersebut tidak pernah dialihkan, di jual, digadaikan dan atau dihibahkan kepada siapapun juga. Lahan Orang tua saya (Alm Sayang sebagai ahli waris Auzar) kami ahli waris tidak pernah menerima ganti rugi dari siapapun juga, demikian penuturan Auzar.
 Kasus lahan tersebut telah dilaporkan P3KD Riau ke Inspektorat Mabes Polri dan Kementerian ATR/BPN RI pada 23 Oktober 2020 “ajaib”. Apapun bentuk surat yang diberikan Pemerintah Kota Dumai kepada PT. Tristar Palm Internasional diatas tanah yang sedang sengketa karena sedang berproses di Mapolres Dumai dengan turuhan dugaan penyerobotan. Anehnya Pemko Dumai memaksakan kehendak tanpa pertimbangan yang matang dengan gampang menerbitkan surat keterangan rencana daerah AP, Izin Lokasi dan Pertimbangan Teknis sedangkan laporan P3KD Riau tembusannya disampaikan P3KD Provinsi Riau kepada DPMTSP Kota Dumai dan BPN Kota Dumai.
Dukungan Pemko Dumai bahwa PT. TPI disebut-sebut akan membangun pabrik, dengan alasan investasi bahwa PT.TPI akan membangun pabrik kelapa sawit itu sah-sah saja. Namun sinyalemen yang ditangkap P3KD Provinsi Riau akhir-akhir ini bahwa lahan di sekitar RT-09 rame jadi perbincangan public bahwa tanah warga akan diganti rugi oleh sejumlah Perusahaan bonafide yang berasal dari luar negeri, informasi ini berkembang di kalangan masyarakat Kecamatan Sungai Sembilan dikhatirkan  PT. TPI berspekulasi dengn alasan investasi membangun pabrik Ujar Salamuddin Purba.
Menurut Salamuddin Purba Catatan hitam permasalahan lahan di Kec. Sungai Sembilan sebelumnya pernah terjadi di Kelurahan Lubuk Gaung Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Lahan yang merupakan asset Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau lokasi Lubuk Gaung yang dibeli dengan menggunakan dana APBD Provinsi Riau surat yang dimiliki  Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau berupa AJB (Akta Jual Beli) tahun 1983 seluas 5,6 ha AJG tersebut diterbitkan Kades Lubuk Gaung Nurzaman diketahui Camat Bukit Kapur Kabupaten Bengkalis. Asset Pemprov tersebut diduga kuat telah berpindah tangan kepada salah satu perusahaan bonafide di kawasan industry Lubuk Gaung, “ada asset Pemprov ditengah tengah kawasan industry” dibiarkan Aparat Pemerintah menjadi pertanyaan public “kok bisa”, meski kasus dugaan penggelapan asset Dinas Perikanan dan Kelautan Riau tersebut di ungkap dibeberapa media cetak dan on line, ketika itu, namun aparat penegak hukum di Dumai tak bergeming. Padahal dengan adanya pemberitaan di media tersebut, mestinya aparat penegak hukum dengan dasar berita bisa mengawali penelusuran dengan melakukan penyelidikan. Fenomena “catatan hitam” permasalahan tanah di torehkan, media ini semoga menjadi bahan penyelidikan oleh aparat penegak hukum Dumai dan Provinsi Riau. (redaksi).


TERKAIT