Mafia Tanah Masih eksis Di Kotagaro Kampar

Foto : Tanah Negara Yang Masih Berhutan Diperjual Belikan Para Mafia Tanah

 

Kampar, Dutapekerjaindonesia.com -- || Ditengah gencarnya Presiden Prabowo Subiyanto menghentikan semua kejahatan yang dapat merugikan Negara, merugikan keuangan Negara disemua lini kejahatan termasuk mafia tanah yang merupakan kejahatan serius karena dapat merusak tatanan bernegara. Namun tidak demikian halnya yang terjadi di Desa Kotagaro Kec.Tapung Hilir Kabupaten Kampar Riau, seorang mafia tanah ‘kawakan’ yang sudah merasa nyaman berada posisi sebagai mafia tanah terus melakukan aksinya menjual tanah Negara tanpa tersentuh hokum hingga saat ini.

Adalah Usman penduduk Kotagaro Tapung Hilir ini diperkirakan telah puluhan tahun berkecimpung sebagai mafia tanah, dihitung-hitung sejak diterbitkannya SK Menhut 765/Menhut-II/2012 tanggal 26 Desember 2012 ketika ditetapkannya kawasan hutan selusas 146.743 ha menjadi KPHP model Minas – Tahura yang terdiri dari 140.562 ha Hutan Produksi Terbatas dan 6.172 ha Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim.

Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta menegaskan, kasus mafia tanah harus diberikan perhatian khusus. Menurutnya, Presiden yang telah berkomitmen untuk memberantas mafia tanah. Untuk itu diperlukan langkah konkret dari aparatur hukum negara untuk segera bertindak tegas dengan menangkap, membongkar, dan memenjarakan gerombolan mafia tanah.

Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Usman peenduduk Kotagaro Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar, meski lahan hutan disekitar Kotagaro sudah masuk dalam hutan Tahura Syarif Hasim yang berstatus sebaagai hutan produksi terbatas (HPT) baagi Usman yang diduga sebagai pentolan Maffia tanah tak bergeming, hingga hari ini aktifitas menjual  tanah dan hutan Negara terus saja dipraktekkannya, Usman disebut-sebut sudah hafal betul cara menjinakkan aparatur pemerintah setemapat, bahkan setiap penjualan tanah yang diduga masih dalam penguasaan Negara itu dengan mudah mengantongi Sutat Keterangan Tanah yang dikeluarkan pemerintah Desa setempat. 
 
Kembali pada ucapan I Wayan Sudirta yang menyatakan bahwa, “Saya masih berkeyakinan bahwa aparatur penegak hukum dan instansi pemerintah terkait dapat menjalankan amanah dari Presiden untuk segera memberikan tindakan konkret dan tegas terhadap keberadaan mafia tanah. Agar amanat Presiden tidak hanya berhenti sampai pembentukan tim dan satuan-satuan tugas pemberantasan mafia tanah saja, namun harus ada bentuk nyata yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tutur Wayan dalam diskusi Forum Legislasi ber tema ‘RUU Pertanahan: Komitmen DPR Berantas Mafia Tanah’ di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
 
Dikatakannya, mafia tanah bukan suatu bentuk kejahatan baru di republik ini. Mereka telah banyak memakan korban, khususnya terhadap masyarakat kecil yang sulit untuk mendapatkan akses dan perlakuan hukum yang pasti, adil, dan manfaat. “Mafia tanah ini sudah kita ketahui banyak bermain dengan aparatur pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah, dan keberadaannya juga memiliki potensi tinggi terjadinya konflik sosial, baik vertikal maupun horizontal,” tegas Wayan.

Foto : Alat berat berupa exapator sedang melakukan steaking

Dalam mengukur efektivitas penanganan mafia tanah, politisi PDI-Perjuangan itu mencoba menggunakan teori efektivitas hukum menurut Lawrence M. Friedman, dimana Friedman menyebutkan bahwa parameter dalam mengukur efektivitas hokum dapat dilakukan melalui Analisa terhadap system, substance, dan culture.
 
“Dari sisi sistem, secara institusi Kejaksaan Agung bukanlah institusi satu-satunya yang telah membentuk satgas mafia tanah. Masih ada Kepolisian dan Kementerian ATR/BPN yang juga membentuk tim yang sama. Saya mengusulkan agar salah satu institusi tersebut mengambil inisiatif duduk Bersama dengan institusi lainnya untuk menyusun rencana strategis Bersama dalam memberantas mafia tanah. Hal ini penting mengingat mafia tanah itu bekerja secara terintegrasi,” papar Wayan.

Sementara dari sisi substansi, sambung legislator dapil Bali itu, pemberantasan mafia tanah ini jangan hanya dilakukan melalui pendekatan penindakan saja, namun juga dari sisi pencegahan dan akar masalah konflik agrarian juga harus menjadi perhatian khusus bagi Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Kementerian ATR/BPN.

“Sedangkan dari sisi budaya, pemberantasan mafia tanah akan dihadapkan pada nilai-nilai kearifan lokal yang beragam dalam masyarakat kita. Untuk itu penegakan hukumnya juga harus memperhatikan kearifan local dan nilai keadilan yang hidup dan berkembang di masyarakat. Jangan sampai satgas bekerja hanya terhadap kasus-kasus yang viral dan mendapatkan perhatian masyarakat saja,“ tandas Wayan.

Selanjutnya kabar terbaru menyebutkan bahwa , Usman kembali memplot tanah dan hutan Negara itu ratusan hektar jumlahnya, untuk membuktikan informasi tersebut 4 lembaga termasuk Pers mendatangi lokasi dimaksud, mereka yang turun diantaranya DPN BAI (Badan Advokasi Indonesia ) dan DPN Lidik Krimsus. Ketua Dewan Pimpinan Nasional tersebut diketuai oleh Sofyan,SH  yang turun langsung menyaksikan perusakan alam tersebut.

Selanjutnya turun juga DPW Alun (Apresiasi  Lingkungan & Hutan Indonesia) Ir.Ferdinand secara langsung menyaksikan kebenaran informasi tersebut. Sementara itu DPD Aliansi Kajian Jurnalis Independen Indonesia Syaiful Aula turut serta mendampingi ketiga lembaga tersebut untuk memastikan bahwa kejahatan para Mafia tanah ini sudah mengikis rasa kemanusiannya, terbukti ditengah bencana yang begitu meluas melanda wilayah Sumatera ini, mereka dengan entengnya memperjual belikan tanah Negara tanpa merasa berdosa.

Perbuatan memperjual belikan tanah dan hutan Negara ini merupakan kejahatan yang harus dipertanggung jawabkan oleh seluruh pelaku yang terlibat termasuk Camat Tapung Hilir, yang menurut desas desus yang berkembang sang Camat diduga memainkan peranan penting  bersama Usman, dikatakan  turut terlibat karena Camat tersebut mengangkat dirinya sebagai Plt.Kades Kotagaro, sehingga dengan mudah dan gampangnya ia menerbitkan Surat Keterangan.

Benar tidaknya keterlibatan Camat masih ditunggu klarifikasinya, hingga berita ini diturunkan masih belum ada penjelasannya, sementara Usman tidak menampik tentang adanya jual beli lahan kosong dan itu bukan hutan melainkan lahan APL jelasnya kepada Sofyan ketua DPN Lidik Krimsus dan Sofyan meneruskan ucapan tersebut kepada Dutapekerjaindonesia.com.*jef/salman

 

 

 

 

 

TERKAIT