Indonesia Krisis Iklim, Assoc. Prof.Dr.TB. Massa Djafar: Anies Berhadapan dengan Penjahat Lingkungan

Ket Foto : Kumpulan Asap Industri (foto int)

JAKARTA |- kajian ilmiah membahas kerusakan tambang dari segi ilmu murni sangat minim. Yang ada hanya soal penanggulangan dan paska bencana. Hal ini sangat mengkhawatirkan. Ketika kerusakan lingkungan dan bencana terus berulang, kaum intelektual tidak bisa bersikap dan bergerak sesuai keilmuwannya.

Dosen Pasca Sarjana Universitas Nasional (Unas) Assoc.Prof.Dr.TB.Massa Djafar mengatakan eksplorasi tambang dan pembabatan hutan dan peguasaan lahan diluar batas, adalah sebuah konspirasi para pemilik modal, pemegang otoritas atau kewenangan dan aparat penegakan hukum. Konspirasi semacam itu telah melumpuhkan negara dalam penegakan hukum.

“Kerusakan lingkungan yang sudah amat parah, tidak ada pilihan lain jika Anies Baswedan jadi Presiden RI,  harus melakukan law enforcement, penegakan hukum tanpa kecuali karena  berhadapan dengan penjahat lingkungan. Konspirasi semacam itu telah melumpuhkan negara dalam penegakan hukum,” ujarnya kepada KBA News, di Universitas Nasional di Jakarta, Senin, 7 Agustus 2023.

Menurutnya, negara tidak hadir, negara jadi penonton, bahkan ekstremnya negara menjadi alat bagi para oligarki dalam usaha menambah dan mempertahan kekayaan.

“Hanya rakyat yang bisa menyelamatkan bumi, kita harus melawan oligarki. Pendodosan Sumber Daya Alam secara besar-besaran tak luput dari  keterlibatan kapitalisme dalam kasus perubahan iklim.”

Ketika ditanya mengapa dunia mengalami krisis iklim ini, Djafar mengatakan negara-negara kuat mencoba mengeruk keuntungan dengan memperkuat kembali sistem internasional yang  mengorbankan negara miskin dan terbelakang.
Oleh karena itu, lanjutnya, sebagai bentuk konsekuensi dari negara penjahat lingkungan ini,  negara-negara super kaya  membayar kompensasi kepada negara-negara miskin atas tindakan mereka merusak lingkungan.

Djafar menegaskan, semua orang memang punya tanggung jawab untuk melindungi lingkungan, tetapi menegaskan bahwa negara-negara kaya punya tanggung jawab lebih besar karena juga paling banyak melakukan pencemaran lingkungan.
“Berdasarkan Laporan Oxfam menyatakan seorang miliarder mengeluarkan satu juta kali lebih banyak emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan rata-rata kebanyakan orang.”

Kata Djafar, kekeringan, kebakaran, banjir, tanah lonsor, gletser yang mencair, air laut yang menjadi asam. Ibu bumi memberi kita peringatan. Kita harus mendengar. Dunia  harus bertindak melakukan sesuatu  untuk menyelamatkan bumi.
Mengenai solusi mengurangi kerusakan llingkungan, Djafar mengatakan solusi paling penting bagi pemanasan global adalah keadilan lingkungan, yang mengharuskan negara pencemar terbanyak membayar kompensasi kepada negara-negara yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim.

“Saya kira, keadilan lingkungan adalah perjuangan politik, dan itu berakar pada perjuangan untuk mengakhiri ketidakadilan ekonomi global,” tukas Djafar.

Djafar melanjutkan, bisa dikaji bahwa kerusakan lingkungan lebih di dominasi oleh konflik kepentingan para aktor ekonomi politik, dalam istilah populernya (pengusaha dan penguasa).

“Anis punya jejak rekam, dalam kebijakannya, ia berani membatalkan reklamasi teluk Jakarta. Dan ia berani mengambil risiko politik, meskipun ia menghadapi tekanan dari penguasa.”

Sebagimana diketahui semasa Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta, mantan Rektor Universitas Paramadina ini menjadi salah satu pembicara dalam dialog anggota C40 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam kesempatan itu Anies mengusulkan program untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan upaya dalam pengurangan emisi karbon.

Kata Anies, pemerintah kota memiliki tugas untuk menyediakan lingkungan tempat tinggal yang layak huni bagi para warga kotanya. Hal ini termasuk dengan mengatasi dampak perubahan iklim dengan melakukan upaya untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh kota-kota.

Hal itu disampaikan Anies dalam virtual forum bertajuk  ‘Dialogue Between C40 Mayors and UN Secretary General-Advancing Carbon Neutrality and Resilent Recovery for Cities and Nations’. Anies Baswedan, berkesempatan menyampaikan gagasan hingga usulan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)  yang ini kali diwakili langsung oleh Sekretaris Jenderal PBB António Gutteres.

Dalam pidatonya itu, Anies mengatakan kota-kota di dunia berkomitmen untuk membuat rencana aksi iklim. Hal itu dilakukan dalam strategi transportasi hingga bangunan ramah lingkungan.

“Kota-kota di seluruh dunia telah melakukannya dengan berkomitmen dan mengalokasikan sumber daya untuk membuat rencana aksi iklim dan melakukan implementasi aksi iklim dalam strategi transportasi, tata bangunan, dan mempromosikan energi bersih dan banyak lagi,” tutur Anies.

Anies kemudian menjelaskan bahwa Jakarta berkomitmen dan mengerjakan berbagai aksi iklim. Anies mengatakan DKI Jakarta terus berupaya untuk melakukan transformasi pembangunan.

“Jakarta telah berkomitmen untuk menjadi Kota Berketahanan Iklim. Saat ini, Jakarta telah bertransformasi dari pembangunan yang berbasis mobil ke pembangunan yang berbasis pada transit. Jakarta memimpin dalam aksi transportasi dan mobilitas yang berkelanjutan dan kami ingin melanjutkan lebih jauh,” papar Anies.

Anies kemudian memberikan beberapa usulan kepada Sekjen PBB, António Gutteres terkait hal apa saja yang bisa dilakukan PBB untuk membantu dan mendukung program pengurangan emisi karbon dan mengatasi dampak dari perubahan iklim. Dia mengatakan bahwa PBB memiliki peran dalam pengurangan emisi karbon.

“Izinkan saya untuk mengutarakan beberapa bantuan yang dibutuhkan oleh kota-kota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB memiliki peran yang besar untuk membantu kota-kota di dunia. Pertama-tama, PBB dapat mendorong negara-negara untuk mengakui pencapaian aksi iklim yang dilakukan pada tingkat kota dan itu perlu dihitung sebagai bagian dari National Determined Contribution (NDC) dari aksi iklim,” usul Anies.

“Kedua, dalam kapasitas PBB, PBB mampu meminjamkan tangannya untuk mendorong terjadinya integrasi vertikal dan horizontal pada tingkat aksi serta kebijakan. Terakhir, dalam rangka menuju COP 26, PBB dapat pula mendukung negara-negara untuk mengembangkan arsitektur dan struktur pendanaan yang komprehensif untuk menerjemahkan manfaat-manfaat yang diperoleh pemerintah nasional pada forum global untuk dieksekusi pada level lokal, “sambungnya lagi.*

sumber : KBA - Di Indonesia

TERKAIT