Ada 2.701 Kasus Alih Fungsi Hutan Secara Ilegal, Termasuk Pasaman Barat?
Jakarta - Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mencatat ada sebanyak 2.701 subjek hukum pengguna hutan tanpa izin. Kawasan hutan itu mayoritas telah dialihfungsikan secara ilegal menjadi kebun kelapa sawit.
Adapun lokasi penguasaan hutan ilegal terluas berada di Provinsi Riau. Sedangkan proyeksi penerimaan dari denda kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan tertotal mencapai Rp50 triliun.
“Untuk penanganan soal denda itu, saat ini dilaksanakan oleh Satuan Tugas (Satgas) Tata Kelola Kelapa Sawit yang dibentuk Presiden Jokowi beberapa waktu lalu," sebut Menteri LHK, Siti Nurbaya, dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR yang disiarkan lewat channel YouTube, Selasa (13/6/2023) lalu.
Ia menjelaskan diproyeksikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp50 triliun. Tapi di-enforce oleh satgas nasional yang diketuai oleh Wakil Menteri Keuangan.
Sementara pihaknya sendiri dalam penanganan denda kebun sawit tersebut akan memberikan dukungan data kepada Satgas. “Jadi telah ditangani oleh Satgas,” ungkapnya.
Pada tahun 2021 lalu, Menteri LHK Siti Nurbaya telah menerbitkan sebanyak 12 pucuk surat keputusan berisi daftar dan informasi tentang penguasaan hutan tanpa izin.
Sedangkan surat keputusan (SK) terbaru telah diterbitkan pada 5 April 2023, yang berisi 30 subjek hukum tambahan yang akan mendapat program pengampunan keterlanjuran penggunaan kawasan hutan tanpa izin.
Ia menerangkan, subjek hukum adalah istilah (nomenklatur) yang dipakai Kementerian LHK merujuk pada kelompok penguasa hutan ilegal (tanpa izin), meliputi korporasi, koperasi, kelompok tani, individu, kelompok masyarakat dan lembaga instansi pemerintah.
Sebelumnya, dalam 11 SK terdahulu yang diteken Menteri Siti, jumlah subjek hukum pengguna hutan tanpa izin ada sebanyak 2.671 subjek hukum. Dengan demikian, saat ini sudah ada sebanyak 2.701 subjek hukum yang terdata di KLHK.
Sejak dilakukan pendataan pengguna kawasan hutan tanpa izin oleh Kementerian LHK, sangat sulit sekali mengakses tahapan perkembangan proses denda administrasi yang sudah dilakukan oleh kementerian ini.
Hingga akhirnya, pada 14 April 2023 lalu, Presiden Jokowi telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2023.
Adapun masa kerja Satgas dibatasi hingga 30 September 2024 mendatang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
“Satgas akan melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden Joko Widodo melalui Ketua Pengarah paling sedikit satu kali setiap ebam bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan,” jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam Keppres Nomor 9 Tahun 2023 menetapkan Menko Maritim Investasi, Luhut Binsar Panjaitan sebagai Ketua Pengarah Satgas. Sementara, Ketua Pelaksana Satgas yakni Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara.
Hingga kini belum diketahui sejauh mana perkembangan penerapan denda kebun sawit dalam kawasan hutan yang telah ditempuh oleh Satgas bentukan Presiden Jokowi tersebut.
Kebijakan penerapan denda administrasi dalam kasus penguasaan hutan ilegal diatur dalam pasal 110A dan pasal 110B Undang-undang Cipta Kerja.
Dengan undang-undang sapu jagat ini, pidana kejahatan hutan dapat dikesampingkan (ultimum remedium) dan diganti dengan membayar denda yang akan menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Adapun instrumen yang dipakai yakni Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administrasi di Bidang Kehutanan. PP ini merupakan turunan langsung dari UU Cipta Kerja.
Pada awalnya, penerapan denda ini ditangani langsung secara tunggal oleh Kementerian LHK. Namun, dengan penerbitan Keppres Satgas Sawit tersebut, seperti disebut Menteri Siti, kewenangan pelaksanaan denda kini dikendalikan oleh Satgas. ***
sumber : MARAWATALK




Tulis Komentar