Menelisik Tanah Negara Dibawah Penguasaan Departemen Kehutanan SK. Nomor : 377/Kpts-II/1997

Lokasi Perladangan Pertanian Garapan Masyarakat Kelurahan Tanjung Penyembal Yang Dirampok Mafia tanah

Laporan : Tim Wartawan Mimbar Negeri

Dumai - mimbarnegeri.com, Menelisik Kawasan sebagian Kelompok Hutan S. Mampu – S. Teras seluas 1.048 hektar terletak disepanjang pantai laut Selat Rupat bahwa Kelompok Hutan S. Mampu – S. Teras Kabupaten Bengkalis berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 377/Kpts-II/1997 peruntukan Pembangunan Industry atas nama PT. Nurinta Bagan Yasa. Saat ini keberadaan Kawasan tersebut setelah pemekaran masuk wilayah Kota Dumai. Berdasarkan Perda Kota Dumai Tahun 2000.

Namun, sangat disayangkan Kawasan yang peruntukannya Pembangunan Industri tersebut dibiarkan dirampok. Pemerintah setempat “picingkan mata, pekakkan telinga” sebab berkali-kali gencar dipublikasikan media ini. Namun, tidak ada klarifikasi, padahal melalui Perkumpulan Penggiat Penyelamat Kekayaan Daerah (P3KD) Provinsi Riau telah menyurati Walikota Dumai dan Kantor BPN Kota Dumai.

Luas kawasn 1.048 hektar yang nota bene dibawah Penguasaan Kementerian Kehutanan tersebut alih alih telah dialihkan secara non prosedural oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab saat ini tanah Negara dibawah penguasaan Kementerian Kehutanan dikuasai Perusahaan Swasta Asing dan Swasta Nasional dan Cukong tanah.

Dari hasil penelusuran yang dirangkum Tim Pencari fakta mimbarnegeri.com menyebutkan bahwa Kawasan untuk Pembangunan Industri a.n. PT. Nurinta Bagan Yasa sebelum dikelola Investor.

Bahwa kawasan kelompok hutan ex Izin Pelepasan untuk pembangunan industry a.n. PT. Nurinta Bagan Yasa 1.048 hektar tersebut yang dikuasai para Cukong dan mafia tanah, serta mafia surat tanah menggunakan tangan tangan preman, dengan cara mengintimidasi para petani penggarap yang telah mengelola garapannya sejak 1998, dilokasi dari sebagian kelompok hutan S. Mampu – S. Teras sesuai SK Nomor : 377/Kpts-II/1997 tersebut.

Permainan kotor para mafia tanah dipesisir pantai laut Selat Rupat Kelurahan Tanjung Penyembal dan Lubuk Gaung diduga berkolaborasi dengan aparat Kelurahan dan Kecamatan untuk melegalkan permainan kotor tersebut.  

Belakangan ini sepanjang pesisir pantai laut Selat Rupat Kelurahan Lubuk Gaung dan Tanjung Penyembal dilirik banyak Investor Asing dan swasta Nasional serta Cukong tanah dan mafia tanah memainkan harga Tanah/lahan milik masyarakat pada tahun 2011 – 2012 harga, permeter persegi dibandrol Cukong dikisaran Rp.12.000 hingga Rp.14.000,- kala itu harga tanah permeter persegi berfariasi bahkan ada juga tanah warga dihargai permeter persegi Rp.3.500 hingga Rp.10.000.
 

Letak Pesisir Pantai Laut Selat Rupat Kelurahan Lubuk Gaung dan Tanjung Penyembal memang sangat strategis karena didukung kedalaman lautnya. Lokasi ex perizinan PT. Nurinta Bagan Yasa berada disepanjang pantai laut Tanjung Penyembal telah dikuasai para cukong dan mafia, diinformasikan harga tanah/lahan disepanjang pantai Lubuk Gaung dan Tanjung Penyembal oleh Cukong dan mafia tanah permeter persegi dibandrol Rp.1.200.000,- hingga Rp.1.500.000,-

Untuk mendapatkan bidang tanah/lahan disepnjang Pantai Selat Rupat Kelurahan Lubuk Gaung dan Tanjung Penyembal akhir-akhir ini banyak “Surat Berjalan Mencari-cari tanah” dan “Surat tanah ditanda tangani orang yang sudah meninggal digunakan untuk menguasai tanah” contoh misal surat yang ditanda tangani orang yang sudah meninggal diatas namakan sebagai penggarap meninggal tahun 1986 tapi muncul Surat Keterangan Tanah tahun 1990  diterbitkan dan ditanda tangani Kepala Desa Lubuk Gaung  dibuat dengan menggunakan segel tahun 1990 bisa jadi Surat Keterangan yang diterbitkan Kades tersebut dibuat berlaku surut pada saat Kades  menjabat.

Dilokasi Ex Izin Pelepasan PT. Nurinta Bagan Yasa seluas 1.048 hektar, dibeberapa titik telah dibangun Pelabuhan Terminal Khusus dan lokasi tapak tangki timbun milik PT. Agro Murni (AM) Perusahaan Swasta Asing berasal dari negeri Jiran Malaysia. Kemudian PT. Sumber Tani Agung (STA) Swasta Nasional yang sedang melakukan pematangan tanah dan membuat tapak tangki timbun berlokasi di Jl. Baru Simpang Jl.PU Lama RT-015 Kelurahan Lubuk Gaung Sementara yang lainnya seperti PT. TPI, PT.Era Karya, PT. Indo Energi Marimpola. Dan BKR masih diterlantarkan diinformasikan telah mengantongi Izin prinsip pada thun 2010.

Catatan dan keterangan yang berhasil dirangkum Tim Pencari fakta mimbarnegeri.com menyebutkan bahwa penguasaan sebahagian kawasan  Izin pelepasannya a.n. PT. Nurinta Bagan Yasa seluas 1.048 hektar, diduga kuat peran mantan Kepala Desa dengan menerbitkan Surat Keterangan dan AJB (Akta Jual Beli) diterbitkan Camat Bukit Kapur pada tahun 1984.

Penerbitan AJB tersebut berdasarkan SIMT (Surat Izin Membuka Tanah) anehnya dalam AJB tersebut SIMT tidak dilampirkan, kemudian dengan menggunakan AJB tersebut tahun 2011-2012 dibalik namakan melalui kantor Kecamatan Sungai Sembilan menggunakan Surat Keterangan Ganti Kerugian (SKGR) padahal sejumlah kantor Notaris di Kota Dumai telah berdiri untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta tanah dengan harga akta terjangkau sementara pembuatan SKGR di Kecamatan diinformasikan biaya tinggi bisa mencapi jutaan rupiah sehingga menjadi pertanyaan netizen apakah Camat juga Pejabat Pembuat Akta.

Para Cukong dan Mafia tanah terindikasi memilih bertransaksi soal ganti rugi tanah melalui kantor Kecamatan Sungai Sembilan bisa jadi menghindari Biaya Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan (BPHTB).

Dalam upaya pemberantasan mafia tanah Presiden RI Joko Widodo “meminta Polri berantas mafia tanah. Presiden mewanti wanti jangan sampai ada aparat hukum yang membekingi mafia tanah, perjuangkan hak masyarakat”.

Terkait Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.377/Kpts-II/1997 bahwa dalam diktum 9 disebutkan bahwa Izin Pelepasan a.n. PT. Nurinta Bagan Yasa untuk Pembangunan Industri karena tidak mengurus Hak Guna Usaha kawasan kelompok hutan S.Mampu-S.Teras seluas 1.048 hektar secara otomatis batal kembali kepada Kementerian Kehutanan dibawah Penguasaan Departemen Kehutanan kala itu.

Mengutip Penegasan Peresiden RI Joko Widodo “menegaskan bahwa tanah yang berasal dari tanah Negara hasil penyisaan konflik, tanah terlantar dan Pelepasan Kawasan Hutan ini merupakan hasil perjuangan kita bersama perjuangan bapak ibu sekalian yang juga melibatkan kelompok kelompok organisasi masyarakat sipil dan tentu saja juga dari Pemerintah”.

“Peresiden juga menegaskan komitmen Negara untuk betul betul mengurai konflik agraria yang ada, mewujudkan reformasi Agrarian bagi masyarakat memastikan ketersediaan dan kepastian ruang hidup yang adil bagi rakyat bahwa Pemerintah berkomitmen penuh dalam memberantas mafia mafia tanah” Jajaran Polri untuk tidak ragu-ragu mengusut mafia tanah, Namun untuk daerah Kota Dumai bahwa Mafia Tanah dan Mafia Surat Tanah terkesan kebal hukum, hingga saat ini masih saja bermain. (*)

      

TERKAIT