Mafia Tanah Sepanjang Pesisir Pantai Selat Rupat Belum Terungkap Ada Apa!

Papan Pengumuman Amdal PT.SPA

Laporan : Salamuddin Purba

Dumai, mimbarnegeri.com. Permasalahan konflik pertanahan sepanjang pesisir pantai Selat Rupat Kelurahan Lubuk Gaung dan Tanjung Penyembal  Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai berkepanjangan, hingga saat ini tak pernah terungkap ada apa, menjadi tanda Tanya netizen.

Warga pemilik tanah yang tanahnya dicaplok dengan semena-mena, disinyalir ada yang belum dibayar dengan istilah jual beli gantung bahkan tanpa ada yang belum dibayar menunggu lahan tersebut dibayar Investor, yang sampai hari ini belum selesai, warga minta Polres Kota Dumai mengusut sampai tuntas, siapa sebenarnya aktor intelektual dibalik pencaplokan lahan milik masyarakat  tersebut, yang belakangan ini menimbulkan kegaduhan. Karena adanya klaim spekulan tanah terhadap lahan masyarakat pemilik lahan yang sah.  

Kegaduhan muncul bisa jadi bahwa tanah disepajang pesisir pantai Selat Rupat milik masyarakat tersebut telah beralih kepada para Konglomerat dan Spekulan tanah yang diduga dilakukan secara illegal diduga kuat bekerjasama dengan Mafia tanah yang merupakan oknum warga lokal berdomisili di Kota Dumai.

Pemantauan unsur pimpinan Kecamatan, Pengusaha dan pemilik lahan

Konflik pertanahan tersebut dipicu dengan adanya Jual beli tanah diduga dilakukan dengan “menghalalkan segala cara” oleh spekulan tanah dan mafia tanah. Untuk memuluskan urusan administrasi terkait transaksi jual beli tanah disinyalir “berkolaborasi” dengan oknum aparat setempat.
Kemudian setelah mendapat legalitas dari aparat kelurahan dan kecamatan setempat diinformasikan bahwa transaksi berikutnya untuk pengalihan lahan dari spekulan terhadap Investor disinyalir dilakukan di hadapan Notaris untuk dilanjutkan pengurusan penerbitan SHM dan sertifikat HGU ke BPN Dumai sampai sejauhmana kebenarannya pengalihan lahan dihadapan Notaris itu perlu dilakukan penyelidikan oleh Polri.

Sebab lahan sepanjang pesisir pantai Kelurahan Lubuk Gaung dan Kelurahan Tanjung Penyembal Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai yang telah dijadikan kawasan Industry, menjadi peluang bisnis yang sangat menggiurkan, maka tidak mengherankan, Jika spekulan tanah dan para mafia tanah mengambil kesempatan dengan mencaplok  Lahan yang berlokasi dipesisir pantai itu, apalagi dalam keadaan kosong artinya tidak dikuasai secara fisik oleh pemilik lahan,  lokasi lahan tersebut menjadi sasaran empuk para mafia dan spekulan tanah, sedangkan yang dikuasai secara fisik dengan berkebun oleh warga pemilik lahan bisa dicaplok, lalu kemudian dialihkan kepada spekulan tanah.

Peristiwa pencaplokan lahan milik warga sering terjadi seiring dengan harga tanah yang dibandrol Spekulan kepada Investor yang belakangan ini melambung tinggi, harga permeter disepanjang pesisir pantai Selat Rupat tersebut dikabarkan mencapai Rp.1.500.000 hingga Rp.2.000.000,-  Sementara itu tanah yang diperoleh Spekulan disepanjang pesisir pantai tahun 2006 – 2012 silam, dengan harga  permeter di bandrol oleh Spekulan Rp.8.700 hingga Rp. 12.000,-
Padahal kawasan pesisir pantai Kelurahan Tanjung Penyembal yang dijadikan Kawasan Industri atas permohonan PT. Nurinta Baganyasa pada tahun 1993 bahwa Sebahagian Kelompok Hutan S. Mampu – S. Teras Kabupaten Bengkalis kala itu, Izin pelepasan kawasan hutan menjadi kawasan Industri berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No.377/Kpts-II/1997 adalah atas nama PT. Nurinta Baganyasa seluas 1.048 ha, yang saat ini setelah pemekaran wilayah Kabupaten Bengkalis sebagai Kabupaten Induk.

Lokasi Lahan yang dimohonkan PT. Nurinta Baganyasa sebelumnya berada di Kabupaten Bengkalis saat ini menjadi Wilayah Kota Dumai. Namun karena persyaratan agar PT. Nurinta Baganyasa tidak mengurus Hak Guna Usaha (HGU)  maka selaku pemegang Izin pelepasan diberi kesempatan selama satu tahun, karena HGU  tidak diurus, maka lokasi yang telah dilepaskan oleh Menteri Kehutanan tersebut dengan sendirinya batal, Lahan seluas 1.048 kembali dibawah Penguasaan Departemen Kehutanan. berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI disebutkan pada dikutum Sembilan.

Lokasi lahan seluas 1.048 ha, yang saat ini masuk wilayah Kota Dumai jadi sasaran empuk bagi Spekulan tanah dengan menggunakan perpanjangan tangan mafia tanah di daerah Kecamatan Sungai Sembilan, mulai terkuak setelah ditelusuri oleh Perkumpulan Penggiat Penyelamat Kekayaan Daerah (P3KD) Provinsi Riau bahwa kawasan S. Mampu – S. Teras dibawah Penguasaan Departemen Kehutanan seluas 1.048 ha, tersebut diduga telah diperjual belikan oleh Spekulan kepada para Investor dengan harga tinggi Rp.1.500.000,- hingga Rp.2000.000 per meter bujur sangkar.

Lokasi tanah yang dialihkan spekulan terhadap Investor, belakangan ini viral dimedsos, diantaranya terkait tanah milik M. Fathan alias Masrukhi dan Ocu Nurdin. Oleh PT. Agro Murni (Mewah Goup) dijadikan akses untuk menuju perusahaan PT. Agro Murni yang saat ini sedang giatnya melakukan reklamasi dan penimbunan diareal PT. Agro Murni untuk membangun pabrik pengolahan minyak sawit dan dermaga pelabuhan serta tangki timbun, karena tidak adanya penyelesaian soal tanah yang dijadikan akses Jalan menuju PT. Agro Murni   oleh pihak pemilik tanah M. Fathan dan Ocu Nurdin ruas Jalan Simpang Tiga Jalan PU Lama menuju PT. Agro Murni di Blokir.

Ruas jalan Simpang Tiga Jalan PU Lama menuju ke PT. Agro Murni yang dibangun diatas tanah M. Fathan dan Ocu Nurdin, diinformasika  termasuk juga akses jalan menuju PT. Sumber Tani Agung (STA) luas areal PT.STA 42 ha, bersempadan dengan PT. Agro Murni (Mewah Group) disebutkan bahwa STA akan membangun Pengolahan Minyak Sawit selain itu ruas jalan yang dibangun PT. Agro Murni juga termasuk akses jalan ke PT. Tristar Palm International (TPI) luas areal 77 ha. PT. STA dan PT. TPI diinformasikan sedang mengurus Amdal ke Pemko Dumai benarkan wallahu a’lam bissawab (**Red)

TERKAIT