Pukul dan Rendam Balita Dalam Drum Hingga Tewas, Wanita di Rangsang Terancam 15 Tahun

SELATPANJANG - Polisi telah menangkap RN (41), wanita yang menganiaya anak asuhnya di Kecamatan Rangsang, Kepulauan Meranti. RN dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

"Kami terapkan Pasal 80 UU Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara dan didenda paling banyak Rp3 miliar," kata Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Yul Lapawesean Tendri Guling SIk dalam konferensi pers di Mapolres Kepulauan Meranti, Kamis (19/8/2021) pagi.

AKBP Yul mengatakan saat ini penyidik masih mengembangkan pemeriksaan terhadap tersangka. Polisi masih mendalami sejauh mana penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka.

Dikatakan, hasil autopsi jenazah Balita yang dilakukan Biddokkes Polda Riau itu sudah keluar. Adapun hasil sementaranya adalah adanya kekerasan kekerasan benda tumpul pada bagian kepala sehingga mengakibatkan pendarahan pada otak dan menyebabkan kematian.

Ditambahkan, akibat kebrutalan pelaku, lanjut Kapolres, korban mengalami luka di sejumlah anggota tubuh.

Dalam konferensi pers itu, selain menghadirkan tersangka, polisi juga menyertakan beberapa alat bukti yang dilakukan untuk penganiayaan diantaranya sapu lidi, panci dan drum air. Selain itu ada juga beberapa helai baju korban.

Kapolres menjelaskan, panci dan sapu lidi itu digunakan untuk memukul korban, sementara drum digunakan untuk memasukkan korban yang didalamnya berisi air.

Penganiayaan yang kerap terjadi ini dilakukan tersangka di rumahnya saat suaminya sedang tidak berada di rumah.

Adapun motif tersangka menganiaya korban adalah kesal dengan tingkah laku korban, emosi itu tak tertahankan kala melihat rumah dalam keadaan kotor. Dari penuturan Kepala UPTD PPA Kepulauan Meranti, Suprapti
tersangka beralasan dirinya kesal karena anak asuhnya itu sering buang air di lantai.

Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari warga setempat, lalu melaporkannya di ke Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos - P3AP2KB) melalui UPTD PPA Kepulauan Meranti.

Setelah melihat ada beberapa kejanggalan pada tubuh sang balita, Kepala UPTD PPA Kepulauan Meranti, Suprapti menduga ada yang tidak wajar dari penyebab kematiannya. Lalu setelah itu ia pun melakukan koordinasi ke unit PPA Polres Kepulauan Meranti untuk selanjutnya membuat laporan terkait hal itu dan polisi pun bergerak untuk mengamankan pelaku.

Diceritakan Kapolres, bahwa dari awal pengasuhan motifnya hanya ekonomi, dimana tersangka hanya mengharapkan bantuan PKH dan bantuan dari nenek angkat korban.

"Untuk motifnya dugaan sementara adalah ekonomi, dimana tersangka yang berkeinginan mengasuh korban hanya ingin mendapatkan bantuan PKH dan gaji sebesar Rp500 ribu perbulan dari nenek korban di Malaysia," ujar AKBP Yul.

Tersangka yang dicerca berbagai pertanyaan oleh wartawan terlihat menundukkan kepalanya, matanya pun tampak berbinar dan menyesali perbuatannya.

"Saya menyesal pak," katanya singkat sambil menangis dan berlalu pergi dibawa petugas.

Sementara itu, Erma Indah Fitriana selaku Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) di Kabupaten Kepulauan Meranti mengucapkan terimakasih kepada jajaran kepolisian yang telah sigap melakukan penyelidikan.

Terakhir disampaikan bahwa kasus tersebut merupakan akibat dari mengasuh anak yang dianggap tidak resmi atau ilegal.

"Kami mengimbau agar masyarakat yang ingin mengasuh anak untuk melaporkan ke dinas terkait dan idealnya seperti itu agar bisa dipantau dan hak anak bisa terpenuhi. Kasus tersebut adalah contoh pengasuh yang tidak legal, makanya terjadilah penganiayaan dan eksploitasi anak karena hanya ingin mendapatkan uang," jelasnya. (hrc)

TERKAIT