Perambahan Hutan di Kampar Kiri Marak, Alat Berat Direntalkan oleh Warga
Kampar Kiri Hilir Riau, mimbarnegeri.com —|| Kegiatan perambahan hutan di wilayah Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau, semakin marak dalam lima tahun terakhir. Wilayah yang dulunya didominasi oleh hutan produksi terbatas di kaki Bukit Barisan kini mulai berubah fungsi akibat pembukaan lahan secara ilegal.
Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan, salah satu pemicu meningkatnya perambahan ini adalah praktik merentalkan alat berat jenis ekskavator oleh seorang warga Desa Sei. Raja bernama A M. Excavator tersebut disewakan kepada masyarakat dan digunakan untuk membuka kawasan hutan tanpa izin, yang diduga telah merambah ratusan hektar lahan.
Adapun desa-desa yang terdampak atau menjadi lokasi perambahan meliputi Desa Sei Rambai, Desa Sei Sarik, Desa Sei Raja, dan Desa Muara Selaya. Aktivitas ini terjadi di kawasan hutan produksi terbatas yang berbatasan langsung dengan hutan lindung Rimbang Baling, kawasan konservasi penting di Riau yang menjadi habitat satwa langka seperti harimau Sumatera dan gajah.
Merujuk Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, tindakan menyewakan alat berat untuk kegiatan perambahan hutan dikategorikan sebagai tindakan memfasilitasi perusakan hutan, yang dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Rumah tempat tinggal AM di Desa Sei.Sarik Kec.Kampar Kiri Kampar Riau
Pemerhati lingkungan dan sejumlah aktivis menyuarakan keprihatinan atas lemahnya pengawasan serta penegakan hukum atas aktivitas ilegal tersebut. Mereka mendesak Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera dan Pemprov Riau untuk segera turun tangan dan menghentikan praktik-praktik merusak lingkungan tersebut.
AM ketika dikonfirmasi sebuah Lembaga di Riau tentang perusakan hutan di Kampar kiri menyebutkan bahwa urusan perusakan hutan bukan urusan saya, “tanyakan saja kepada pemilik lahan” jelas AM dalam balasan konfirmasi kepada P3KD Riau. Namun AM mengakui bahwa ia selaku pemilik alat berat hanya me Rental.
AM mungkin lupa bahwa ancaman pidana penjara dapat dikenakan kepada setiap orang yang mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki kawasan hutan tanpa izin, dengan masa tahanan maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Selain sanksi pidana, denda juga dapat dikenakan sebagai sanksi tambahan, misalnya denda sebesar Rp 1,5 miliar bagi yang terbukti membantu merambah kawasan hutan.
Alat berat yang digunakan untuk merambah hutan dapat disita oleh negara sebagai hasil pelanggaran dan akibat Hukum bagi Pemilik Alat Berat. Jika alat berat disita, maka pemiliknya tidak dapat menggunakan alat berat tersebut untuk menghasilkan uang selama masa penyitaan.
Penyewa alat berat yang terlibat dalam merambah hutan dapat dikenakan sanksi pidana, denda, dan penyitaan alat berat, sesuai dengan undang-undang kehutanan. Pemilik alat berat juga dapat terkena sanksi jika menyewakan alat beratnya untuk kegiatan merambah hutan.
Sekretaris P3KD Syaiful Aula yang menerima jawaban dari AM menjelaskan bahwa, Penyewa alat berat yang terlibat dalam merambah hutan dapat dikenakan sanksi pidana, denda, dan bahkan penyitaan alat berat, sesuai dengan undang-undang kehutanan. Pemilik alat berat juga dapat terkena sanksi jika menyewakan alat beratnya untuk kegiatan merambah hutan.
"Sebagai contoh, kasus perambah hutan di Pekanbaru dan sekitarnya telah dipidana, termasuk kasus perambah hutan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, seperti yang pernah diliput media ini. Dalam kasus-kasus tersebut, pelaku dikenakan sanksi denda dan bahkan pidana penjara", kata Syaiful.
Penjelasan lainnya mengenai alat berat menurut Syaiful, AM tidak mengerti sama sekali mengenai Surat Izin Operator (SIO), SIO merupakan dokumen penting yang wajib dimiliki seorang operator alat berat. Mengoperasikan alat berat membutuhkan keterampilan khusus dan kepatuhan akan keselamatan kerja. Itulah mengapa seorang operator diharuskan memiliki SIO untuk memastikan dirinya layak menggunakan alat berat sesuai prosedur kerja dan panduan keamanan.
Tidak hanya sampai disitu AM selaku pemilik alat berat diduga tidak pernah mendaftarkan alat beratnya kepada instansi yang berwenang, dengan demikian AM tidak pernah membayar kewajibannya atas pajak alat berat sejak awal kepemilikannya. Menurut Syaiful pihaknya akan melaporkan penyewaan alat berat ini ke Polda Riau.
Masih menurut sekretaris P3KD ini, belum pernah ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum atau pihak berwenang atas aktivitas perambahan hutan dan penyediaan alat berat yang terus berlangsung sampai kini, namun disebut-sebut bahwa AM pernah menutupi kasusnya dengan mengirimkan upeti dengan jumlah nominal yang lumayan.*salman




Tulis Komentar