Akibat Penebangan mangrove, Pantai Di Kabupaten Meranti Semakin Terkikis

Foto : Kiri Paanglong Arang dan Kanan Hutan Mangrove

Meranti - mimbarnegeri.com, Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa kabupaten Kepulauan Meranti merupakan wilayah pesisir yang banyak ditumbuhi pohon mangrove, namun habitatnya seakan terhenti karena penebangan mangrove yang tiada henti bahkan tanpa pencegahan, posisi pencegahan berbuah pembiaran yang berdampak terjadinya penyusutan mangrove.
Berdasarkan hasil investigasi, mimbarnegeri.com, bahwa faktor penyebab terjadinya penebangan tanaman mangrove terdiri dari dua faktor yaitu faktor eksternal yang dilakukan perusahaan industry arang, perambahan hutan dan illegal loging, dan faktor intern terjadi akibat penebangan oleh masyarakat terjadi akibat kebutuhan sehari-hari. Sanksi pelaku penebangan hutan mangrove diatur dalam Pasal 78 ayat (7) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 73 huruf (b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, serta sanksi pidana Pasal 98 ayat 1 dan 99 ayat 1 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dampak yang dirasakan dari penebangan tanaman mangrove bagi masyarakat sekitar kepulauan Meranti yaitu terjadinya abrasi pantai dan semakin mendekatnya garis pantai ke pemukiman masyarakat, untuk itu penanggulangan yang dilakukan dengan melakukan reboisasi hutan mangrove, kampanye anti penebangan liar, dan melakukan pengawasan terhadap hutan mangrove.
Pemanfaatan hutan dengan menggunakan kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku menjadikan hutan akan lebih lestari (sustainable) dan akan bermanfaat bagi kepentingan generasi yang akan dating. Fungsi hidrorologi menempatkan hutan sebagai tonggak dan penopang pengaturan tata air dan perlindungan tanah, yang pada prinsipnya merupakan bagian yang terpenting dan tidak dapat dipisahkan bagi kehidupan. Fungsi estetika menempatkan hutan sebagai pelindung alam dan lingkungan dan menjadikan hutan sebagai paru-paru dunia.
Namun demikian dalam era globalisasi sekarang ini, kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan hutan, lebih dititik beratkan pada kepentingan sosio–ekonomi dengan mengabaikan fungsi hidro–orologi maupun fungsi estetika. Pemanfaatan hutan yang cenderung lebih dititik beratkan pada kepentingan sosio-ekonomi telah banyak memberikan dampak yang negatif bagi fungsi hutan itu sendiri maupun bagi kehidupan.

Samuel Pasaribu Ketua Yayasaan Pradata Anugerah Negeri ketika dimintai tanggapannya mengenai kerusakan hutan mangrove atau Bakau mengatakan bahwa Penebangan-penebangan yang dilakukan tanpa menggunakan kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku, yang sering disebut sebagai penebangan liar atau illegal-logging, menjadikan hutan mangrove kehilangan fungsi pokoknya,  pertama; terjadinya abrasi pantai, rusaknya hutan bakau berarti gelombang pasang surut laut dengan mudahnya mengikis pantai dan menyebabkan abrasi. Tanpa adanya hutan bakau, garis pantai akan cepat terkikis dan perlahat menyempit karena abrasi.

Kedua; Berkurangnya populasi ikan dan hewan yang tinggal di pohon bakau (mangrove), “tanaman bakau (mangrove) merupakan ekosistem yang menjadi habitat banyak makhluk hidup. Jika hutan bakau rusak, hewan-hewan yang hidup di dalamnya akan kehilangan tempat tinggal, tempat menyimpan dan menetaskan telur, tempat berlindung, dan mengalami kematian. Ikan, udang, kepiting, monyet, katak, penyu, dan hewan lainnya yang tinggal di pohon bakau akan kekurangan habitat, mengalami kematian, dan menurunkan populasi mereka” Jelas Samuel kepada mimbarnegeri.com.

Akibat lebih lanjut dari hilangnya fungsi hutan adalah banyak terjadi banjir, tanah longsor, turunnya mutu tanah, perambahan hutan yang berakibat semakin menyempitnya areal hutan, berkurangnya pendapatan masyarakat disekitar hutan, dan dampak selanjutnya adalah berkurangnya kemampuan biosfer menyerap CO2 yang berakibat pada penambahan tinggi suhu dipermukaan bumi atau sering disebut sebagai pemanasan global, sehingga tidak menempatkan lagi hutan sebagai paru-paru dunia.

Penjelasan Samuel Pasaribu mengingatkan kita akan pentingnya hutan khususnya mangrove yang berfungsi sebagai benteng pertahanan laut agar tidak merengsek daratan, untuk itu Samuel Pasaribu menghimbau agar menghentikan segala bentuk penebangan hutan mangrove untuk kepentingan apapun termasuk panglong arang, “Jika tidak kami tidak segan-segan menggugat para pelaku industry panglong arang ke depan Pengadilan” jelas Samuel pasaribu berapi-api.*salman



TERKAIT