Kasus Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan, Kajati Riau Koordinasi dengan DLHK

Foto : Kepala Kejaksaan Tinggi Riau yang baru, Akmal Abbas SH MH didampingi Asintel Kejati Riau Marcos Mare-mare SH MH (kiri). (Aznil Fajri/Detak Indonesia.co.id)

Pekanbaru--Usai acara  pisah sambut di Gedung Kejati Riau Lantai III Jalan Sudirman Pekanbaru, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau yang baru Akmal Abbas SH MH langsung dicecar sejumlah pertanyaan oleh puluhan wartawan, Kamis siang (2/11/2023).

Dari banyak pertanyaan mulai dari masalah kenetralan pegawai pada Pemilu 2024 nanti, sampai pada pertanyaan masalah kebun sawit dalam kawasan hutan di Provinsi Riau.

Sesuai batas terakhir pelaporan pemilik kebun sawit dalam kawasan hutan di Online SIPERIBUN adalah Kamis ini 2 November 2023, menurut Kajati Riau Akmal Abbas SH MH pihaknya nanti akan berkoordinasi dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.

"Ya, kami akan koordinasi dengan pihak Kehutanan karena mereka leading sectornya," tegas Kajati Riau yang baru Akmal Abbas SH MH.

Sementara data dari Gubernur Riau Drs H Syamsuar MSi di hadapan anggota Komisi IV DPR RI, beberapa tempo lalu memaparkan total luas keseluruhan perkebunan sawit di Provinsi Riau berjumlah 4,170,295 hektare. Sementara kebun sawit di dalam kawasan hutan di Provinsi Riau seluas 1,893,618,59 hektare.

"Data perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan di Provinsi Riau tersebar di 11 kabupaten kota di Riau," kata Gubri Syamsuar.

Dalam kesempatan itu, Gubernur Syamsuar juga mengusulkan sejumlah langkah-langkah penyelesaian persoalan kebun kelapa sawit yang berada dalam kawasan hutan.

"Pertama percepatan pelaksanaan identifikasi usaha kebun yang telah terbangun di dalam kawasan hutan oleh tim yang dibentuk oleh KLHK. Mengingat dampak lingkungan terhadap kegiatan usaha kebun sawit dalam kawasan hutan di antaranya banyaknya jalan rusak, kebakaran hutan dan lahan, pencemaran lingkungan, dan lain-lain. Maka kami mengusulkan terhadap PNBP yang diperoleh dari penerbitan sanksi administrasi dapat dibagihasilkan ke daerah dalam bentuk DBH SDA Kehutanan," terangnya.

Terpisah Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono mengatakan penggarap lahan sawit yang masuk kawasan hutan lindung dan hutan konservasi harus berhenti mengusahakan kebunnya dan diminta mencari penghidupan di sektor lainnya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono.

“Putusan MA meminta kita tidak boleh sawit tetap jalan setelah kena sanksi, harus kembali ke kawasan tadi. Catat loh. Pemulihan kawasan hutan itu tetap kita lakukan terhadap areal sawit yang tidak ada izin pelepasan kawasan di HL dan HK, selesai bayar denda maka dilanjutkan pemulihan  oleh pelaku usahanya. Silahkan cari pekerjaan lain. Toh di tempat lain dia bisa kerja,” ujar Bambang kepada media di Kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Menanggapi Bambang ini, Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr Gulat ME Manurung MP C IMA, mengatakan petani sawit Indonesia yang tersebar dari Aceh sampai Papua sangat terhina dengan statement dari Sekjen KLHK tersebut.

“Pernyataan Beliau yang mengatakan silahkan tinggalkan dan cari pekerjaan penghidupan lain, sangat menyayat hati kami Petani sawit,” ujar Gulat dari Nusa Dua Bali saat menghadiri Indonesian Palm Oil Conference (IPOC), sebagaimana dikutip Sawit Indonesia.

Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr Gulat ME Manurung MP C IMA

Dia menilai Bambang sebagai pejabat publik tidak berempati sama sekali, padahal, petani sawit sudah berjibaku dengan terik matahari dan hujan untuk menghidupi keluarga dengan tanpa menyusahkan negara bahkan memberikan pemasukan dan devisa negara terbesar pada 10 tahun terakhir.

”Petani sawit selama ini dengan segala keterbatasan kami sudah mencoba untuk memahami maksud dan tujuan dari UUCK tersebut dan sepanjang itu kami selalu melakukan komunikasi ke KLHK, tapi tolonglah gunakan bahasa yang lebih manusiawi,” ujar Gulat.

Menurutnya, petani sebagai manusia punya hak dalam negara ini dan UUD 1945 Pasal 33 menjamin itu, dan bukan hewan yang bisa diusir-usir.

“Saya berharap statement Sekjen KLHK bukan seperti yang dibuat dalam media ini, dan jika itu benar, tentu sangat menyayat hati kami 17 juta petani sawit dan pekerja sawit dan kami akan menanyakan langsung ke Beliau, apa maksudnya?” tanya Gulat.

“Semua orang tau bahwa Pasal 110B itu sangat tidak masuk akal sudahlah di denda mahal dan hanya satu daur pula lalu KLHK akan memulihkan kembali ke hutan,” ujar Gulat.

“Coba sebutkan satu saja putusan pengadilan yang sudah Inkracht Van Gewijsde yang memerintahkan suatu daerah atau perkebunan untuk dihutankan kembali yang sudah dikerjakan KLHK?” tanya Gulat lagi.

“Sepengetahuan saya tidak ada. Bahkan putusan pengadilan ada yang sudah puluhan tahun tidak di eksekusi-eksekusi dengan berbagai alasan,” urainya.

Kalau dicari-cari siapa yang salah, ujar Gulat, seperti kata Luhut Pandjaitan, Ketua Pengarah Satgas Sawit bahwa semua kita salah, pejabat negara dimasanya, pejabat KLHK/Lembaga di masanya, Kades, Camat, Bupati dan Gubernur di masanya, masyarakat, pengusaha, semua salah, lalu kenapa hanya kami yang menanggung atas semua kesalahan ramai-ramai itu?,” tanyanya.

Menurut Gulat konsep Pak Luhut mengenai Satgas sawit sudah benar untuk menata dan memperbaiki semua dari hulu sampai hilir sawit dan hal ini akan meningkatkan pemasukan negara, bukan malah sebaliknya.

“Menurut perhitungan analisa saya bahwa sekitar 2,7 juta Ha akan diarahkan ke Pasal 110B oleh KLHK, dan hal ini akan sangat teramat beresiko,” tambahnya.

Dia mengatakan dampak terhadap pengenaan pasal itu bakal merembet ke sektor lainnya, dan paling tidak Indonesia akan kehilangan 10 juta ton CPO tiap tahun atau setara dengan 8,5 juta ton minyak goreng yang hampir sama dengan kebutuhan minyak goreng Indonesia untuk dua tahun.

“Kelangkaan migor akan terjadi lagi, kita akan kehilangan uang Rp125-145 triliun per tahun dari perputaran hulu-hilir sawit, negara akan kehilangan ratusan triliun rupiah dari pajak-pajak, BK dan Levy dari 2,7 juta ha tadi dan yang paling berbahaya adalah dampak sosial, ekonomi, kambtibmas,” tegas Gulat.

Suatu yang sangat aneh ketika negara lain berupaya keras supaya sawit bisa tumbuh di negaranya, tapi justru kebalikan dengan KLHK.

“India sebagai negara pengimpor terbesar minyak sawit Indonesia dan turunannya, saat ini dengan rekayasa iklim mikro dan pendekatan bibit unggul sudah berhasil membudidayakan 300 ribu hektare perkebunan sawit dan 4 tahun ke depan ditargetkan akan mencapai 2 juta hektare,” ujar Gulat.

“Jadi suatu yang sangat antagonis dengan pasal 110B ini, pasal yang mematikan dari KLHK dan kami petani sawit Indonesia tidak akan diam begitu saja,” jelas Gulat.

Sementara sebelumnya, Staf Ahli Menteri LHK RI Afni Zulkifli di Pekanbaru beberapa waktu lalu menegaskan batas terakhir pelaporan masyarakat pemilik kebun sawit dalam kawasan hutan adalah tanggal 2 November 2023 (hari ini Kamis, red) melalui situs SIPERIBUN.

Sanksi administratif akan diterapkan kepada petani sawit, koorporasi, dan lain-lain yang lahannya berada dalam kawasan hutan. Namun 6 bulan setelah tanggal 2 November 2023, pemilik kebun sawit dalam kawasan hutan tidak melaporkan hal ini, maka akan diterapkan sanksi pidana.

Adanya putusan Pengadilan yang mana kebun sawit tak kunjung dieksekusi kata Afni Zulkifli dikarena pihak Yayasan yang memenangkan gugatan di Pengadilan, mereka tidak meminta Pengadilan melakukan eksekusi (penumbangan kebun sawit, red) ini contohnya kata Afni kebun sawit PT SAL di Desa Kepaujaya, Kampar Riau yang disebutnya milik Ayau.

Yayasan Riau Madani Ketuanya Surya Dharma Hasibuan SAg, diketahui oleh masyarakat dan Sekretarisnya Tommy FM adalah pihak yang memenangi perkara gugatan terhadap Ayau tersebut dan juga kebun sawit Hansen William di Desa Tapunghilir, Kampar Riau. Namun belum mengajukan permohonan eksekusi kedua kebun yang dimenangkannya itu ke Pengadilan Negeri Bangkinang di Kampar, Riau.


 
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau, Ir Mamun Murod (kiri)

Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Riau Ir Mamun Murod kepada awak media menegaskan akan menyelesaikan sekitar 4.000 hektare  kebun sawit nonprosedural (ilegal) yang berada dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim (SSH) di Desa Tapunghilir Kampar, sebelah barat Tahura SSH tersebut.*


Sumber : Detak Indonesia


TERKAIT