Stop ! Penambang Batuan Tanpa Izin, Merusak Lingkungan Dan Hindri Pajak

Ket Foto : Cara beroperasinya Penambangan batuan, keruk dan angkut

Pekanbaru – mimbarnegeri, Ada beberapa faktor ketidak patuhan masyarakat  terhadap hukum dan perundang-undangan diantaranya , pemerintah yang lemah dan korup, masalah kependudukan dan kesulitan ekonomi, pengembangan sikap mental yang keliru, ketiga factor tersebut dapat merangsang orang melakukan kejahatan.

Hal inilah yang membuat Ketua Dewan Pembina Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) Riau, melalui release berita yang disampaikan Harianto Pembina LPPHI Riau ini meminta  kepada semua penegak hukum agar memproses tambang- tambang illegal yg marak terjadi di wilayah riau khusus nya tambang galian c.

Menurut Hariyato yang juga sebagai ketua Yayasan Yaspani Yustisia, penindakan ini penting  gunanya untuk mempertanggung jawabkan tindakan mereka sekaligus dapat mengisi pundi-pundi pendapatan pajak daerah,  penegak hukum harus tegas menindak pengusaha galian c yg tidak ber izin. karena sudah satu tahun ini saya keliling  Dumai-Bangko-Duri-Pelalawan-Kampar-Taluk- Kuansing-Siak dan pekanbaru.

“Saya perhatikan banyak tambang di duga tak ber izin, terdapat banyak pengerukan tanah untuk penimbunan proyek pembangunan ruko, perumahan,  pabrik-pabrik yang menampung tanah timbun di duga tidak ber izin. karena tanah urug yg tak ber izin harga bisanya lebih  murah di karenakan tidak membayar pajak.  “untuk itu  pihak  kepolisian, kejaksaan dan lingkungan hidup proaktif menindak pelaku sesuai dengan kewenangannya. ada tak ada pengaduan masyarakat atau laporan masyarakat. Jika ada pelanggaran mesti dilakukan penegakan hokum” jelas Harianto.

Memang tidak dirgukan bahwa aktivitas penambangan batuan atau yang biasa disebut tambang galian C yang diduga tanpa izin bebas beroperasi di provinsi Riau. Aktivitas tambang galian C ilegal tersebut, terkesan ada pembiaran. Pasalnya tidak ada tindakan tegas dari penegak hukum untuk menutup aktivitas tersebut.

Dari penelusuran tim awak media dibeberapa lokasi tambang batuan  seperti di Rokan Hilir, Dumai, Rokan Hulu yang terjadi di Pagaran Tapah, Rambah, Bangun Purba dan Kepenuhan, Kampar, Duri (Bengkalis), Siak sampai ke Inhu dan Kuansing. Pengusaha tambang batuan ini tanpa mengantongi izin bebas beroperasi tanpa memikirkan dampak lingkungan sekitar.

Seakan kebal hukum sejumlah oknum pengusaha tambang batuan ini  patut diduga memiliki izin, sebab bila mereka mengantongi izin, mereka tidak akan sebebas ini beroperasi melakukan penambangan disepanjang aliran sungai, bukit-bukit  dan penambangan batuan ini secara terang-terangan, bahkan ada yang menggali didalam kebun kelapa sawit tanpa ada beban tanggung jawab untuk mereklamasi kawasan yang bolong-bolong ini.

Dari lokasi penambangan tampak alat berat jenis excavator melakukan pengerukan memuat pasir batuan dan tanah timbun ke armada truck dan tronton yang sedang antri berjejer di sepanjang lokasi penambangan.

Melihat maraknya aktivitas tambang batuan telah memantik reaksi keras dari salah seorang pemilik izin tambang batuan yaitu CV.Alang  Komputindo Group Jon Kenedy AR, ia menyesalkan bebasnya beroperasi para penambang illegal, tanpa mengantongi izin tambang sebagai legalitas usaha, mereka berani melakukan penambangan, anehnya ! perlakuan penambang liar ini mulus tanpa ada hambatan.

" Kita minta tindakan tegas dari aparat penegak hukum di masing-masing wilayah dimana penambangan tanpa izin itu beroperasi, agar segera menutup tambang batuan yang tidak mengantongi izin resmi. Jika tidak mampu, maka kami minta Kapolda Riau untuk menuntaskan permasalahan tambang tanpa izin ini," kata Jon kepada mimbarnegeri.com, Sabtu (23/9/2023).

Menurutnya, aktivitas tambang batuan tanpa izin ini sudah berlangsung sejak lama rasanya tak mungkin aparat hukum tidak mengetahui aktivitas di wilayah hukumnya.

Sementara itu Harianto menambahkan dari hasil investigasi yang dilakukannya, untuk di Rokan Hilir sendiri saat ini sudah ada penambang batuan  yang sudah mengantongi izin resmi yaitu CV. Alang Komputindo Group  yang berlokasi di kecamatan Tanah Putih, sementara itu juga ada beberapa pelaku usaha lainnya hanya  mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) tanpa dilengkapi AMDAL UKL-UPL dan SPPL sebagai persetujuan teknis.

" Yang kami sesalkan adalah ada aturannya yaitu UU RI No 3 Tahun 2020 tentang Minerba dengan jelas mencantumkan ada unsur pidananya bagi penambang liar yang bebas beroperasi tanpa mengantongi izin lengkap, ini kok dibiarkan dan terkesan tutup mata” jelas Harianto.

" Oleh karenanya Saya mendesak aparat hukum memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha tambang batuan di Riau,  jangan sampai ada tebang pilih apalagi sampai ada pembiaran," tambahnya.

Jika kita memperhatikan  pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 tentang Minerba secara jelas memberikan ancaman pidana bagi pelaku penambangan tanpa izin sebagaimana tertuang dalam berbunyi :

" Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.100.OOO.000.000 (seratus miliar rupiah) ".

Dan dalam pasal 160 ditegaskan juga bahwa “ Setiap orang yang mempunyai IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan Operasi Produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paiing banyak Rp 100.00O.000.O00 (seratus miliar rupiah).” 

Benar apa yang dikatakan oleh Amiel, Hendri Frederic seorang filsuf asal swiss, bahwa “ Kebenaran tidak hanya diperkosa oleh kepalsuan tetapi juga oleh sikap berdiam diri”, berdiam diri identik dengan pembiaran, sementara pembiaaran lahan suci bagi berkembangnya kejahatan.*sai

 

TERKAIT