Mafia Tanah Masih Gentayangan, Gimana Caranya Biar Nggak Terjerat?

Foto: Mafia Tanah (Denny Pratama/detikcom)

Jakarta - Praktik mafia tanah masih kerap terjadi di Indonesia. Lantas, bagaimana caranya agar tak terjerat mafia tanah?
Menurut Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto, salah satu hal yang bisa dilakukan calon pembeli tanah agar tak tertipu mafia tanah adalah melihat riwayat pemilikan tanah. Dengan mengetahui riwayat pemilikan tanah, bisa meminimalisir menjadi korban mafia tanah.

"Tanah itu kan sebenarnya bisa di-tracing historical-nya. Jadi kita mesti lihat pemilik--pemilik sebelumnya siapa, backgroud-nya gimana, apakah tanah ini pernah ada sejarah bermasalah atau nggak," katanya kepada wartawan di Hotel Sheraton, Jakarta Selatan, Kamis (3/8/2023) lalu.

"Apalagi gini, tanah sudah terbengkalai lama tapi nggak ada eksekusinya, ini kan kita harus curiga. Harus benar-benar waspada, jangan-jangan ada sesuatu dibalik itu," tambahnya.

Ia menuturkan, membeli tanah dari seorang individu lebih rentan menjadi korban mafia tanah dibanding membelinya dari pengembang atau developer. Sebab, jika membeli dari developer biasanya sudah melewati sisi legalitas. Istilahnya, dari segi hukum, tanah tersebut sudah aman.

"Kalau belinya lewat developer, biasanya mereka akan ngecek dari sisi legalitasnya, jadi sudah melewati tahapan itu. Jadi apa yang sudah disampaikan itu sudah aman lah. Kecuali kalau belinya lewat individu tadi, itu rentan (ada mafia tanah)," paparnya.

"Paling nggak kita melakukan pengecekan sendiri, apalagi tanah harganya nggak murah," pungkasnya.

Sebelumnya, Anggota DPR Guruh Soekarnoputra mengembuskan dugaan adanya keterlibatan mafia tanah dalam perkara sengketa yang berujung eksekusi rumah miliknya hari ini sesuai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

"Nanti biarkan pengacara saya yang menerangkan. Intinya adalah bahwa saya merasa di pihak yang benar dan saya terpanggil untuk memberantas mafia. Terutama dalam hal ini mafia peradilan dan mafia pertanahan, dan mafia-mafia lainnya yang ada di negara ini," ujar Guruh di rumahnya di Jalan Sriwijaya III, Jakarta Selatan, Kamis (3/8/2023).
Kabar itu sengaja ia embuskan lantaran curiga tentang proses penetapan hak kepemilikan rumah pada sengketa yang menurutnya hanya diawali urusan pinjam-meminjam uang.

"Kalau cerita dari awal tentu sudah ada melakukan mediasi. Ya panjang ceritanya karena ini dari tahun 2011 sampai sekarang. Yang awalnya sebetulnya hanya pinjam-meminjam uang," katanya.

"Berhubung saya ini manusia yang punya hati nurani, saya dapat merasakan itu dan saya merasa dizalimi," tambahnya.

Sebelumnya, PN Jaksel segera mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kebayoran Baru, Jaksel. Hal itu merupakan buntut Guruh kalah gugatan perdata melawan Susy Angkawijaya dan dihukum ganti rugi materiil Rp 23 miliar.

Humas PN Jaksel, Djuyamto, menyebutkan eksekusi penyitaan rumah merupakan bagian dari proses hukum perdata. Proses hukum yang dimaksud adalah permasalahan antara Guruh Soekarnoputra dan Susy Angkawijaya di mana Guruh kalah melawan Susy.

sumber : Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

TERKAIT