Apa Itu Peninjauan Kembali (PK)?

Ilustrasi hukum (Foto: Ari Saputra/detikcom)

Jakarta - Kasasi merupakan upaya hukum terakhir dan bersifat final and binding. Namun apabila ditemukan alasan luar biasa, maka dapat diajukan upaya hukum luar biasa yang disebut Peninjauan Kembali (PK).

Prinsipnya, upaya hukum terakhir adalah kasasi. Putusan kasasi telah berkekuatan hukum tetap dan serta merta bisa dieksekusi saat itu juga. Tetapi atas alasan tertentu maka bisa dilakukan upaya hukum luar biasa, yakni Peninjauan Kembali (PK).

Menghimpun dari laman Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) dan Mahkamah agung (MA), Peninjauan Kembali (PK) adalah upaya hukum yang diajukan ketika tidak puas dengan putusan kasasi. Putusan kasasi adalah putusan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.

Peninjauan Kembali (PK) diajukan oleh pihak yang berperkara atau kuasa hukumnya kepada Mahkamah Agung (MA) melalui panitera Pengadilan Negeri (PN). Dasar hukum pengajuan PK dalam Pasal 66 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Alasan Permohonan Peninjauan Kembali (PK)
Dalam Pasal 263 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan permintaan Peninjauan Kembali (PK) dilakukan atas dasar:

Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Berapa Kali Boleh Mengajukan Peninjauan Kembali (PK)?
Secara umum, permohonan PK hanya dapat dilakukan satu kali. Meski begitu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi 34/PUU-XI/2013, PK boleh diajukan lebih dari satu kali sepanjang ada bukti baru berdasarkan ilmu pengetahuan.

MK dalam putusannya menyatakan:
Permintaan Peninjauan Kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja, kecuali terhadap alasan ditemukannya bukti baru berdasarkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diajukan lebih dari sekali.

Alasan MK tentang pengajuan PK:
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali secara historis dan filosofis merupakan upaya hukum yang lahir demi melindungi kepentingan terpidana. Hal itu berbeda dengan upaya hukum biasa yang berupa banding atau kasasi yang harus dikaitkan dengan prinsip kepastian hukum. Sebab, jika tidak adanya limitasi waktu pengajuan upaya hukum biasa itu, maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang melahirkan ketidakadilan karena proses hukum tidak selesai.

Upaya hukum luar biasa bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materil. Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali, yang di dalam KUHAP, hanya dapat diajukan satu kali. Mungkin saja setelah diajukannya Peninjauan Kembali dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang substansial, yang baru ditemukan saat Peninjauan Kembali sebelumnya belum ditemukan.

sumber : detikcom


TERKAIT