Tolak Kenaikan Iuran BPJS, Buruh akan Unjuk Rasa Kamis Ini


Jakarta -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan ribuan buruh akan menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Kamis (31/10). Para buruh tersebut berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan buruh akan menyuarakan penolakan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengerek iuran BPJS Kesehatan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja sebesar dua kali lipat dari sekarang.

Kenaikan iuran bagi peserta mandiri itu berlaku awal 2020 mendatang. Ia menilai kenaikan tersebut sangat merugikan rakyat. Pasalnya, kenaikan tarif dilakukan di tengah kondisi perekonomian yang sedang sulit.

"Pemerintah harus sadar, iuran BPJS Kesehatan akan ditanggung satu keluarga. Jika dalam satu keluarga terdiri dari lima orang, maka untuk kelas III harus membayar Rp210 ribu per bulan. Bayangkan masyarakat di Kebumen dan Sragen yang UMK-nya hanya Rp1,6 juta. Mereka harus mengeluarkan 10 persen lebih untuk membayar BPJS Kesehatan. Itu akan mencekik rakyat kecil,"katanya dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (30/10).

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Rinciannya, tarif iuran kelas Mandiri III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan.

Lalu, iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan.

Terakhir, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I melonjak dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan.

Selain penolakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, buruh juga menuntut pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Alasannya, Jokowi sendiri sudah berulang kali menegaskan akan memperbaharui regulasi itu.

Ia menuturkan buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP)/Upah Minumum Kota (UMK) tahun 2020 sebesar 10 persen - 15 persen. Angka itu, lanjutnya, berdasarkan survei pasar mengenai kebutuhan hidup layak.

Akan tetapi, dalam PP Pengupahan formula kenaikan UMP/UMK berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun ini, besarnya inflasi yang digunakan adalah 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen, sehingga didapatkan angka kenaikan UMP/UMK 2020 8,51 persen.

"Selama ini pemerintah mendorong adanya dialog sosial. Tetapi giliran menetapkan kenaikan upah minimum dilakukan secara sepihak. Ini menunjukkan sikap anti demokrasi," katanya.

Oleh sebab itu, buruh meminta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah segera mengabulkan tuntutan buruh. Menurut mereka kondisi ketenagakerjaan tidak mengalami perbaikan signifikan selama lima tahun terakhir di bawah kepemimpinan Hanif Dhakiri.

"Sekali lagi, tuntutan kami dalam aksi ini adalah tolak PP 78/2015 tentang Pengupahan, tolak Perpres 75/2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dan naikkan upah minimum 2020 berkisar 10 persen-15 persen," ucapnya.(cnn)
TERKAIT