Tim Hukum Prabowo-Sandi Persoalkan Dana Kampanye Jokowi


Jakarta -- Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menemukan keanehan dalam laporan sumbangan dana kampanye Pilpres 2019 yang dikeluarkan oleh pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Keanehan ditemukan Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, terkait transparansi dana kampanye Pilpres dari pasangan yang unggul dalam rekapitulasi suara manual oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Mei lalu.

Salah satunya menyoal laporan penerimaan sumbangan dana kampanye paslon 01 per 25 April. Di dalamnya tertulis, sumbangan yang diserahkan Jokowi sebesar Rp19,5 miliar dan Rp25 juta dari Ma'ruf Amin.

Setelah dirinci, Bambang menemukan keanehan. Mengacu pada Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diumumkan KPU pada 12 April lalu, Jokowi hanya mengantongi harta kekayaan sejumlah Rp6,1 miliar.

Berdasarkan dua data tersebut, Bambang mengatakan, ada kejanggalan dari laporan dana sumbangan. Pasalnya, tak mungkin harta kekayaan Jokowi bisa melambung hingga mencapai selisih angka Rp13,3 miliar selama kurang lebih dua pekan.

"Ada pertanyaan, apakah dalam waktu 13 hari saja harta kekayaan Jokowi berupa kas dan setara kas bertambah hingga Rp13,3 miliar?" ujar Bambang dalam keterangan resminya, Rabu (12/6).

Bambang juga menyoroti adanya kejanggalan dalam laporan sumbangan dana kampanye dari beberapa pihak. Dalam laporan tersebut, ditemukan sumbangan yang berasa dari tiga sumber.

Tiga sumber ini tertulis sebagai kelompok Wanita Tangguh Pertiwi sebesar Rp5 miliar, Arisan Wanita Sri Jateng Rp15,7 miliar, dan Pengusaha Muda Semarang Rp13,1 miliar.

Tak hanya itu, Bambang juga mengambil celah dari temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) yang dirilis beberapa waktu lalu. Dalam temuan tersebut, terdapat sumbangan untuk kampanye paslon 01 yang berasal dari dua kumpulan bernama Golfer TRG dan Golfer TGIB. Kedua kelompok masing-masing menyumbang Rp18,1 miliar dan Rp19,7 miliar.

Bambang kemudian menuding kedua kelompok ini ditengarai berasal dari Bendahara Paslon 01.

Bambang juga menduga kelompok ini fiktif dan hanya diciptakan untuk menampung modus penyumbang dengan tiga agenda keperluan, yaitu mengakomodasi penyumbang yang tak ingin diketahui identitasnya, mengakomodasi penyumbang perseorangan yang melebihi batas dana Rp2,5 miliar, serta teknik pemecahan sumbangan dan penyamaran sumber asli.

Merujuk pada paparan terkait dana sumbangan di atas, Bambang mengatakan, dapat dipastikan bahwa paslon 01 telah melanggar Pasal 525 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

"Fakta di atas menegaskan adanya pelanggaran atas prinsip kejujuran dan keadilan dalam pelaporan dana kampanye. Ini melanggar Pasal 525 UU 7/2017 tentang Pemilu," kata Bambang.(cnn)
TERKAIT