BPN Klaim Libur Sekolah Selama Ramadan Jadi Strategi Budaya


Jakarta -- Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil A Simanjuntak mengatakan rencana libur sekolah selama bulan Ramadhan yang dicanangkan oleh Prabowo-Sandi merupakan sebuah strategi kebudayaan.

Rencana libur sekolah tersebut dilontarkan Sandi saat debat cawapres pada 17 Maret yang lalu. Sebelumnya juga, libur sekolah selama bulan Ramadhan itu kerap diwacanakan oleh tim BPN.

"Libur ketika ramadan ini bukan sekedar kebijakan pendidikan, bukan. Tapi ini bagi kami adalah strategi yang lebih besar. Kami sebutnya sebagai strategi kebudayaan, jadi ada mindset keliru ketika bicara kebudayaan, seolah dipersempit hanya sekitar tentang tari-tarian, tentang ada istiadat," kata dia dalam diskusi Ngopi Bareng dari Sebrang Istana, di Jakarta Pusat, Kamis (21/3).

Program libur sekolah ini, lanjut dia, juga bisa menjadi simbol untuk menghiasi nuansa toleransi di Indonesia.

Sementara itu, Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Ahmad Iman Sukri menilai wacana libur sekolah itu merupakan sekedar simbolisasi.

Menurut dia ada hal-hal yang lebih penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

"Saya bilang soal libur ramadan itu kan masih simbol atau jargon, jadi itu masih perlu dikaji. Karena ini menyangkut juga dengan hari libur yang lain," ucapnya.

Menurutnya, selain hal lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pihaknya merasa sudah banyak libur keagamaan yang diberikan kepada murid.

Ia kemudian menyebut hal yang terkait toleransi. Jika libur tersebut diterapkan maka belum tentu masyarakat beragama lain juga setuju. Menurutnya masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu, sebagai contoh, juga tidak akan setuju. Mereka pun juga sudah memiliki banyak hari libur.

"Ada banyak hari raya. Ada hari-hari keagamaan libur. Ada Isra' Miraj, Isa Al Masih dan seterusnya. Karena itu yang perlu dipikirkan adalah bagaimana memperbaiki, meningkatkan sistem pendidikan kita. Soal simbol-simbol itu urusan nanti," kata dia.

"Karena, misalnya saudara kita di Bali. Mungkin belum tentu setuju dengan sistem ini karena di Bali itu banyak libur," lanjut dia.

Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema A dalam mendiskusikan soal wacana libur itu lebih menyoroti soal toleransi.

Menurutnya, perlu ada kebijakan yang tidak mengelompokkan murid berdasarkan agamanya. Ia menilai selama ini, sekolah di Indonesia bukannya menggalangkan budaya toleransi.

"Itu saya pernah tulis namanya Ghettoisme pendidikan. Pendidikan kita mengelompokkan orang berdasarkan agama. Padahal pengelompokkan itu sudah ada di pelajaran agama. Tapi dalam kehidupan budaya sosial toleransi itu harusnya lebih luas, lebih dialog kehidupan," kata dia.

Menurut dia, spiritualitas yang bisa mempersatukan para murid lebih penting ketimbang hal-hal yang bersifat simbolis dan memecah belah.

"Spiritualitas yang benar yang tidak terbatasi oleh kotak-kotak agama tapi, justru kemudian mengarahkan anak-anak itu berjumpa sesama anak bangsa yang berbeda," ujarnya.

Dalam debat cawapres, Sandiaga menutup debat dengan janji untuk menyelesaikan masalah rakyat di bidang pendidikan, kebudayaan dan tenaga kerja. Ia juga menyinggung Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid.

Dia mengatakan akan meliburkan sekolah saat Ramadan, seperti yang dilakukan gus Dur.

"Sistem pendidikan yang berkualitas menjadi fokus ke depan. mencabut ujian nasional memberikan liburan di ramadan meneruskan program yang dijalankan Gus Dur," katanya di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (21/3) (cnn)
TERKAIT