Warga Kampar Tolak Perpanjangan HGU PTP Nusantara V

Ket Foto :Aksi penolakan perpanjangan HGU kebun sawit PTP Nusantara V di Kampar. Foto: Istimewa

Riau - Perpanjangan hak guna usaha (HGU) kebun kelapa sawit yang dikelola PTP Nusantara V di Tapung Hulu, Kampar ditolak keras oleh masyarakat setempat, Jumat (2/6/2023). Sikap ini digencarkan menuntut penyediaan (fasilitasi) kebun plasma masyarakat seluas 20 persen dari luasan HGU perusahaan.

Warga siang tadi turun dalam aksi pengumpulan tanda tangan massal menolak perpanjangan HGU perusahaan BUMN tersebut di lapangan Simpang Tiga Lindai Desa Kasikan. Ribuan warga yang menolak perpanjangan HGU berasal dari dua desa yakni Desa Kasikan di Kecamatan Tapung Hulu, Kampar.

Dalam orasinya, warga meminta agar PTP Nusantara V sebagai perusahaan milik pemerintah patuh dan tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Yakni kewajiban untuk penyediaan kebun plasma masyarakat seluas 20 persen dari total HGU yang dikelola.

Diketahui, luasan HGU milik PTP Nusantara V di daerah tersebut yakni seluas 6.620 hektare. Dengan demikian, kewajiban perusahaan yakni menyediakan kebun plasma sekitar 1.300 hektare.
"Kebun pemerintah PTP Nusantara V harus jadi contoh bagi perusahaan swasta patuh pada aturan undang-undang. Bukan sebaliknya," demikian bunyi spanduk protes warga masyarakat.

Jumfajri, perwakilan Forum Anak Kemenakan Kenagarian Kasikan menegaskan, masyarakat setempat hanya menuntut haknya berdasarkan undang-undang yang sudah dibuat oleh pemerintah.
"Masyarakat hanya ingin plasma 20 persen itu direalisasikan,” kata Jumfajri kepada media.
Warga menegaskan tidak akan mundur dan berhenti menuntut haknya. Konsolidasi dan kepaduan warga terus digalang memperjuangkan penolakan perpanjangan HGU PTPN V, sebelum syarat kebun plasma tersebut dapat dipenuhi oleh perusahaan plat merah tersebut.

Belum ada pernyataan dari manajemen PTP Nusantara V atas aksi demo penolakan perpanjangan HGU perusahaan.

Sanksi Pencabutan Izin Usaha
Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian sebagai turunan pelaksanaan Undang-undang Cipta Kerja, perusahaan perkebunan budidaya wajib membangun kebun masyarakat (plasma) seluas 20 persen dari luas lahan perusahaan yang memiliki izin. Jika selama tiga tahun tidak melaksanakannya akan dicabut perizinan usahanya.

Dalam paragraf 2 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat, Pasal 12 disebutkan bahwa lahan plasma berasal dari area penggunaan lain yang berada di luar hak guna usaha (HGU). Pembangunan kebun masyarakat juga dapat dilakukan perusahaan berasal dari areal pelepasan kawasan hutan.

Fasilitasi pembangunan kebun plasma diberikan kepada masyarakat sekitar yang tergabung dalam kelembagaan berbasis komoditas perkebunan antara lain kelompok tani, gabungan kelompok tani, lembaga ekonomi petani dan atau koperasi.

Di sisi lain, PP 26 Tahun 2021 juga mengatur bahwa masyarakat sekitar juga wajib mengusahakan dan memanfaatkan sendiri lahan yang difasilitasi. Masyarakat juga wajib menaati ketentuan penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai sifat dan tujuan pemberian hak dan melakukan kegiatan budi daya sesuai dengan praktik budi daya yang baik.

Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat dapat dilakukan melalui pola kredit dan pola bagi hasil. Fasilitas lainnya juga dapat berbentuk pendanaan lain yang disepakati antara para pihak dan atau bentuk kemitraan lainnya dalam perjanjian kerja sama.

PP 26 Tahun 2021 juga mewajibkan perusahaan perkebunan menyampaikan laporan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar minimal satu tahun sekali kepada penerbit perizinan berusaha sesuai kewenangannya.

Jika perusahaan perkebunan tidak memenuhi ketentuan tersebut, akan dikenakan sanksi maksimal pencabutan perizinan berusaha. Sedangkan sanksi lainnya dapat berupa denda dan pemberhentian sementara dari kegiatan usaha perkebunan. (*)

sumber : SABANGMERAUKE NEWS

TERKAIT